LAYANAN SUPRANATURAL SONGGO BUWONO

__________________________________________________________
Bagi anda yang mempunyai permasalah pribadi /keluarga, Kami siap membantu kesulitan yang anda hadapi.
Sukses dalam Bussiness, Karier / Jabatan, Pangkat, Pengasihan Tingkat Tinggi, Enteng Jodoh, Rejeki, Ruwatan, Bedah Aura Diri/ Anak, Kewibawaan, Gangguan Ghaib. Dll.
Hot Line Service: 081227272345 - 08125999929

Email: bunda_lia_herminputri@yahoo.co.id
songgo_buwono@yahoo.co.id
__________________________________________________________

PRESS RELEASE

________________________________

21 August 2006

TUMBAL TANAH JAWA

Press release

Lia Hermin Putri

Sanggar Supranatural Songgo Buwon

Hp. 081578802666



Pada hari Senin Tgl.31 Juli 2006 Songgo Buwono menggelar acara Do’a bersama untuk mencegah agar tidak lagi terjadi bencana di wilayah Pulau Jawa. Pada Pkl. 13.00 WIB sampai Pkl. 16.30 WIB, di Sanggar Supranatural Songgo Buwono, Ibu Idham Samawi (istri Bupati Bantul) membagikan beras, mi instan,telur dan daging kambing kepada seluruh masyarakat yang kurang mampu di wilayah Parangtritis – Mancingan dibantu oleh anggota Songgo Buwono, dengan tujuan Kurban. Acara itu juga masih berkait dengan acara ritual dan do’a bersama.

Pada hari itu juga, selisih beberapa jam, di Sanggar Songgo Buwono diwarnai kesibukan para anggota maupun penduduk setempat menyiapkan 21 Tumpeng dengan 7 jenis nama tumpeng yang berbeda. Tumpeng Kendit, tumpeng Agung, tumpeng Slamet, tumpeng Rosul, tumpeng Kencono, tupeng Tulak, tumpeng Songgo Buwono setiap tumpeng memiliki arti sendiri – sendiri.seperti tumpeng Kendit yang memiliki arti dan tujuan untuk Leluhur agar tetap menjangkung dan merangkul kita semua,tumpeng Agung untuk keslamatan Raja atau pimpinan agar selamat, sejahtera-adil dan bijaksana dalam bertindak sehingga dapat menjadi contoh bagi rakyatnya, tumpeng Slamet untuk keslamatan Negri tercinta, tumpeng Rosul untuk mengigatkan bahwa kita umat beragama agar tetap menjalankan perintah Allah SWT atas petunjuk Nabi besar Muhammad SAW, tumpeng Kencono untuk menciptakan Negri ini agar segera pulih dari berbagai kericuhan menjadikan Bumi Keemasan, tumpeng Tulak untuk menolak berbagai Kala baik Bencana alam atau sesuatu yang tidak kita inginkan, tumpeng Songgo Buwono yang artinya sangga bumi untuk mengingatkan pada seluruh rakyat agar mengingat Tradisi dan Budaya Leluhur bahwa Bumi yang kita pijak ini harus selalu dijaga karena ini adalah amanat Allah SWT.

Tujuh macam jenis tumpeng tiap jenis ada 3 yang punya arti sangat peka dan sacral. Mengapa harus ada 3 rakit dan tertuliskan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Laut Selatan? Lia Hermin Putri, Pimpinan Songgo Buwono menerangkan ; Tujuh mecam jenis tumpeng dan masing-masing di buat sebanyak tiga rakit itu melambangkan Mataram dijangkung oleh tiga titik kekuatan yakni Gunung Lawu, Merapi dan Laut Selatan. Dan dalam perjanjian leluhur ratusan tahun lalu, ke tiga kekuatan tersebut harus menjangkung dan Melindungi Mataram.

Namun sangat disayangkan, ke tiga titik kekuatan tersebut semua telah dilupakan pihak Mataram, dan hanya beberapa orang desa atau mereka yang mendarah daging saja yang masih memakai tata cara Leluhur tersebut. Kami yang tetap mengingat perjanjian sacral itu sangat terpukul dengan ditinggalkannya Budaya dan Tradisi yang sebetulnya harus di hargai dan dilestarikan. Karena, walau bagaimanapun dalam kosmologi masyarakat jawa, ke tiga titik tersebut tidak boleh dilepas, dan harus di rumat sesuai dengan adapt dan tradisi nenek moyang. Sesungguhnya hal itulah yang bakal membuat ketentraman di setiap sudut tanah Mataram ini.

Selain tujuh tumpeng, ada beberapa jenis lagi yang dipersiapkan untuk dilarung dan di labuh, yakni 3 sanggan pisang Raja, 3 tambir buah segar, 3 tambir jajan pasar, 2 tambir bunga setaman yang ditata rapi, 3 ekor kepala-kulit-ekor dan kaki kambing kendit, 3 ayam Cemani, 3 ekor Angsa Putih, 3 ekor Bebek putih, 3 ekor Burung Perkutut pilihan, 3 ekor burung Merpati, 3 ekor ayam tulak dan seperangkat pakaian berwarna hijau serba sutra serta kain panjang. Semuanya di labuh(dibuang kelaut)

Untuk melaksanakan acara tersebut mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Acara tersebut memakan dana sebesar Rp.25.000.000. Mahalnya biaya dikarenakan persyaratan yang ada memang agak sulit di dapat. Ironisnya, mereka yang memiliki bahan yang dibutuhkan untuk acara, justeru cenderung memanfaatkan untuk mengambil keuntungan yang lebih. Padahal upacara tersebut jelas untuk kepentingan masyarakat banyak. Yakni upaya menyelamatkan masyarakat dari bencana dan musibah yang lebih besar.

Secara naluri kemanusiaan, sudah semestinya kita saling bahu membahu agar acara ritual dan do’a bersama dapat berjalan dan membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Bukan malah sebaliknya, mereka justeru mengambil kesempatan dan memakai ‘aiji mumpung’, mumpung barang-barang tersebut dibutuhkan sehingga mereka memasang harga tinggi. Seperti halnya harga kambing kendit, Ayam Cemani dan kebutuhan lainnya, mereka yang kebetulan memiliki hewan tersebut mematok harga yang demikian mahal. Sekali lagi, padahal itu untuk kepentingan ritual yang bertujuan untuk keselamatan masyarakat. Sungguh na’if jika kita hanya melulu memikirkan tentang materi.

Walau demikian, Bunda Lia dengan sabar, kebutuhan itu tetap saja dibeli untuk memenuhi sarat lengkapnya ritual. Hal ini mengingat kesemuanya adalah untuk menyelamatkan masyarakat Mataram – Yogyakarta dan pulau Jawa.

Semua yang Bunda Lia lakukan bersama Ibu Idham Samawi (istri Bupati Bantul) adalah upacara untuk menumbali tanah Jawa agar tidak terjadi bencana lagi baik gempa, badai, tsunami dll, Allahumma, Amin. Acara dilaksanakan pada malam Selasa Kliwon Tgl.31 Juli 2006 agar

Mengapa ritual dengan adat dan tradisi jawa harus dilakukan ? Kita harus sadar antara do’a dan tradisi memiliki ikatan yang erat bahkan seperti dua mata pedang yang tidak bisa di pisahkan. Betapa tidak, tradisi atau tata cara merupakan suatu ‘kendaraan’ untuk sampainya suatu keinginan dalam memohon. Sementara kesakralan dapat di jadikan sebagai kekusyukan kita dalam berdo’a. Karenanya, tradisi ritual merupakan tradisi sacral yang tidak boleh di tinggalkan. Terlebih pada masyarakat Jawa, karena hal demikian dapat menciptakan suatu keseimbangan baik bagi manusia selaku jagad cilik maupun alam yang merupakan jagad raya atau jagad besar yang kesemuanya itu sudah di titipkan oleh sang maha kuasa kepada manusia dan mahluk lain sebagai penghuni alam ini.

Ini sudah menjadi suatu hal yang jelas, dimana Tuhan sang maha pencipta yang juga maha kuasa telah menitipkan atau memberi kuasa untuk meruat dan merawat segala isi bumi kepada para penghuninya. Manusia salah satu penghuni bumi yang memiliki akal dan budui pekerti, tentu memiliki tradisi atau tata cara dalam meruwat dan merawat alam ini. Seperti halnya tradisi sacral yang kami laksanakan, itu merupakan suatu tata cara yang sudah turun temurun dilakukan oleh para leluhur. Bahkan bagi kami, ritual yang demikian harus dilakukan dan tidak bisa di tawar-tawar lagi. Disamping sebagai upaya pelestarian budaya dan tradisi, upacara tersebut juga menjadi pemicu kekhusyukan dalam berdo’a memohon kepada Sang Pencipta.

Ini terbukti ketika kami melakukan ritual, kami selalu di beri isyaroh atau petunjuk apa yang bakal terjadi, dan harus bagaimana menghadapi hal yang akan terjadi. Bahkan kami pun di beri gambaran untuk mereda bencana yang bakal terjadi.

Seperti halnya Ritual yang baru saja kami gelar, kami diberikan pertanda akan terjadi kembali bencana di beberapa tempat, dan kami juga diberikan petunjuk apa yang harus kami lakukan agar musibah urung terjadi.

Berkaitan dengan akan terjadinya lagi bencana alam di beberapa wilayah, saya tidak berani mengutarakan, karena saya takut terjadi kesalah pahaman. Namun yang jelas kami terus berupaya dan mengajak segenap masyarakat tetap waspada dan memohon kepada Tuhan agar bencana yang sudah menjadi ‘suratan’ alam dapat berubah menjadi ketentraman dan keselamatan. Amin Allahuma Amin.

Sekali lagi saya sampaikan, dunia akan terus mengalami bencana alam sepanjang lima musim. Untuk Indonesia masih akan terus mengalami bencana sampai pada akhir tahun 2007. Ma’af, ini bukan merupakan ramalan, melainkan petunjuk atau isaroh ghoib yang kami tangkap.

Demikian pula tanah jawa, wilayah Mataram pada khususnya, setelah kami melakukan labuhan “Tumbal Mataram dan Tanah Jawa” bukan berarti akan lolos dari bencana alam dengan begitu saja. Karena Jauh sebelumnya tanah mataram terkait dengan satu perjanjian sacral yang mau tidak mau pihak Mataram harus mematuhi perjanjian tersebut. Dari isi perjanjian tersebut diantaranya adalah harus menjunjung tinggi adat, budaya dan tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun. Jujur saya katakan, saat ini Mataram tengah dilanda krisis budaya dan tradisi, musibah dan bencana alam yang terjadi beberapa waktu lalu, hanyalah sebagai peringatan agar Mataram kembali kepada adat dan tradisi nenek moyang yang saat ini telah dilupakan. “Pangling kepada diri sendiri, itu yang menjadi permasalahan serius dan sacral bagi Mataram”.


No comments: