LAYANAN SUPRANATURAL SONGGO BUWONO

__________________________________________________________
Bagi anda yang mempunyai permasalah pribadi /keluarga, Kami siap membantu kesulitan yang anda hadapi.
Sukses dalam Bussiness, Karier / Jabatan, Pangkat, Pengasihan Tingkat Tinggi, Enteng Jodoh, Rejeki, Ruwatan, Bedah Aura Diri/ Anak, Kewibawaan, Gangguan Ghaib. Dll.
Hot Line Service: 081227272345 - 08125999929

Email: bunda_lia_herminputri@yahoo.co.id
songgo_buwono@yahoo.co.id
__________________________________________________________

PRESS RELEASE

________________________________

26 August 2006

Luapan Lumpur Panas Lapindo Perlu Teraphy Supranatural

Press Release
Lia Hermin Putri
Pimpinan Sanggar Supranatural Songgo Buwono
081578802666

Sungguh mengenaskan peristiwa luapan lumpur panas PT. Lapindo Brantas yang kian hari semakin meningkat debit Lumpur yang keluar dari “Sumur Petaka” itu.
Kini tiga kecamatan telah tergenang Lumpur panas, bisa jadi kedepan akan bertambah dan terus bertambah meluas genangan Lumpur panas tersebut. “Masya Allah….”
Sepertinya peristiwa ini bukan sekedar disebabkan oleh kesalahan teknis semata, namun ada hal di balik peristiwa tersebut. Yang jelas sekarang memang masanya Kalatidha, dimana bencana yang tak terduga terus melanda manusia. Alam geram melihat dan merasakan perilaku manusia yang telah melupakaNya. Akibatnya, manusia jugalah yang merugi. Kembali saya tegaskan, Alam adalah Ibu Pertiwi yang harus di jaga, dihormati dan dihargai secara lahir maupun bathin karena ini adalah amanat yang mesti kita jaga dan kita rawat-rumat -ruwat agar kita tidak termasuk pada golongan orang-orang yang merugi seperti yang terjadi sekarang ini bencana datang silih berganti dan tanpa kita sadari, hanya sekejap mata saja Allah telah menunjukkan Kekuasaan Nya. Maha Suci Allah, maka dengan acara yang akan kita gelar pada Tgl. 7 September 2006 ini untuk memohon ampun dan petunjuk dari Allah. Agar kita diampuni atas dosa dan kesalahan yang kita perbuat selama di dunia atas amanat Allah dengan Bumi Pertiwi ini yang tanpa kita sadari kita telah berbuat aniaya. Mari kita bersama-sama ikut dalam acara Ritual dan Do’a Akbar ini demi Cinta terhadap Bangsa Indonesia, kita sebagai manusia segera ingat akan jati diri dan atas Alam ini. Marilah kita bersama-sama bersatu pada Hari Kamis tgl. 7 September 2006 di Parangkusumo-Parangtritis untuk Do’a bersama. Agar kita segera diberi Pengampunan dan tidak ada lagi Bencana yang akan melanda Bangsa Indonesia.

Kembali kepermasalahan Lumpur Lapindo, semakin banyaknya luapan lumpur yang keluar, akan mengakibatkan sebagian isi perut bumi menjadi kosong. Jika gempa bumi berskala besar kembali terjadi, maka bumi akan mudah terbelah dan tenggelam atau ambrol ke bawah. Ini adalah salah satu kekuasaan Allah atas Ala ini.
Menurut pandangan spiritual Lia Hermin Putri (36) Lapindo ada kaitannya dengan Penguasa Laut Utara yang merasa tidak diopeni, sementara manusia terus memanfaatkan wilayah kekuasaannya. Sebagai catatan, Porong --- tempat asal luapan Lumpur Panas tersebut--- merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Laut Utara, dan penguasa Laut Utara tersebut adalah Dewi Lanjar.
Kini permasalahannya semakin jelas, jika upaya penyumbatan Lumpur tersebut hanya dilakukan dengan cara teknis atau dengan teknologi manusia saja akan menjadi sulit, karena hal tersebut sudah berkaitan dengan alam di luar kemampuan manusia (kekuatan ghoib) yang ikut menjadi sebab mengapa peristiwa itu terjadi. Ini berarti perlu adanya pendekatan dengan penguasa Laut Utara. Sedangkan untuk melakukan pendekatan tersebut dibutuhkan suatu Ritual secara khusus dan melakukan Do’a bersama yang melibatkan semua pihak. Demi semua pihak dan untuk masyarakat pada umumnya.
Kini Sanggar Supranatural Songgo Buwono mengajak seluruh lapisan Masyarakat dan semua Pihak yang terkait agar hadir dalam Do’a dan Ritual Akbar di Parangkusumo-Parangtritis, demi kepentingan kita semua agar segera berhenti Bencana yang melanda Bangsa Indonesia tercinta ini. Mari kita sama-sama berusaha dalam Do’a memohon Ampunan Nya.
Allah maha kuasa, namun Allah-pun telah memberikan kuasa kepada mahluknya untuk merawat dan merumat bumi ini. Allah juga maha pengampun, dan yakinlah, Atas Ampunan-Nya kita akan terhindar dari segala mara bahaya. Ritual dan permohonan Do’a inilah yang akan membawa kita kepada keselamatan di Dunia. Amin Allahumma Amin.

21 August 2006

Antara Bencana dan Perjanjian Sakral Tempo Dulu

“Budaya, Adat dan tradisi”. Agaknya jika di lihat sepintas merupakan hal sepele jika dibandingkan dengan permasalahan politik yang seolah-olah dapat dijadikan kendaraan guna mencapai tujuan suatu bangsa atau Negara. Namun sesungguhnya budaya, adat dan tradisi justeru merupakan hal pokok bagi setiap umat, kelompok atau bangsa sekalipun. Karenanya sangat dibutuhkan upaya untuk melestarikan budaya,adat dan tradisi sebagai elemen penopang kelestarian umat manusia.
Mungkin masih banyak orang yang tidak menyadari, apa sesungguhnya di balik bencana alam yang terus menimpa. Sudah berulang kali saya mengingatkan, kita tidak boleh meninggalkan adat, budaya dan tradisi yang sudah ada sebelum kita lahir. Karena hal tersebut merupakan ‘kitab tak tertulis’ yang patut di jaga dan dilestarikan.
“Ingat, sejarah masa lalu sangat menentukan peristiwa masa kini dan masa datang’. Demikian pula bencana alam yang terjadi, jelas terkait dengan peristiwa masa lalu dan perjanjian-perjanjian sakral yang dilakukan oleh para pendahulu kita. Seperti halnya perjanjian antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Panembahan Senopati sebagai ihwal berdirinya Kerajaan Mataram. Pada intinya Kanjeng Ratu Kidul mengiyakan berdirinya kerajaan Mataram Islam Namun harus berkulitkan jawa dalam artian tidak meninggalkan adat dan tradisi yang sudah ada. Dengan kata lain, Pembauran antara Islam dengan jawa harus berupa proses akulturasi sehingga adat atau tradisi yang sudah ada tidak kehilangan akar oleh peradaban yang baru. Sementara saat ini cenderung kepada peristiwa asimilasi yang berupaya mencabut akar yang sudah ada sebelumnya.
Demikian pula dialog yang terjadi antara Sabdopalon dan Syekh Subakir yang pada akhirnya tercipta kesepakatan bahwa tanah jawa (sepenuhnya) akan dikembalikan setelah 500 tahun berlalu. Peristiwa dialog antara ‘tokoh’ Majapahit dan tokoh Islam tersebut terjadi di saat transisi Kerajaan Majapahit - Demak. Dan (kurun waktu 500 tahun) telah berlalu, janji belum dipenuhi. Saat inilah waktunya untuk menagih janji.
Menurut hemat saya, bencana alam dan peristiwa yang terjadi saat ini jelas berkaitan dengan peristiwa silam. Wajar jika para tokoh supranatural meramalkan bakal ada bencana besar di sana sini. Seperti halnya Permadi yang mengatakan Jakarta akan terapung, Mama Lauren juga mengatakan kalau madura akan tenggelam. Namun menjadi naif jika para supranatural hanya meramalkan bencana yang bakal terjadi tanpa memberikan solusi yang jelas. Ada akibat, pasti ada sebabnya. Jika sudah mengetahui sebabnya, maka harus bisa mengantisipasi akibat peristiwa yang bakal terjadi.
Peristiwa lalu, seperti halnya perjanjian-perjanjian sacral yang saya sebutkan di atas merupakan bagian dari sebab peristiwa kini dan mendatang. Dengan demikian, meluluskan janji sacral tempo dulu dapat dijadikan pengobat atau upaya untuk mengantisipasi terjadinya akibat tersebut. Namun jika hal itu tidak dilaksanakan, lihat saja nanti akan terjadi peristiwa yang lebih parah dari apa yang diramalkan para supranatural.
Bencana yang menimpa saat ini baru merupakan awal dari derita umat manusia yang sudah sekian lama lepas dari bingkai kemanusiaannya. Arogansi, nggegemongso angkoromurko menjadi hal terdepan untuk mencapai ambisi, sementara sifat kearifan tak lagi menjadi landasan untuk melakukan segala perbuatan.
Masih berkaitan dengan perjanjian sacral masa lalu, saya menangkap isaroh yang sangat mengerikan. Di bulan Agustus sampai Desember bakal terjadi keangkaramurkaan alam yang demikian dahsat. Dan saya tak perlu mengatakan hal apa dan daerah mana yang akan tertimpa bencana tersebut. Yang lebih penting kita memohon ampunan-Nya dan mengisi waktu singkat ini untuk bertaubat.
Seperti yang telah saya katakana, therapi antisipasi bencana masih mungkin dilaksanakan setelah kita mengetahui sebab dari akibat yang bakal terjadi. Seperti halnya Mataram harus segera ‘nglungsungi’ kulitnya dan kembali kepada kulit asal untuk melindungi isi badan Mataram yang hakiki. Bersama dengan masyarakat yang peduli akan hal itu, Kami Sanggar Supranatural Songgo Buwono selalu berusaha untuk memohon ditundanya prahara yang mengerikan itu.
Berbicara masalah antisipasi, jauh sebelumnya saya telah mengatakan perlu adanya upacara sacral akbar, yakni meruwat dan merawat bumi pertiwi. Kami pernah mengadakan seminar sehari tentang Ruwat Bumi Pertiwi pada tanggal 27 Mart 2006 di Pendopo Rumah Dinas Bupati Bantul. Kami telah memaparkan bahwa akan terjadi musibah besar, seperti halnya krisis Merapi dan bencana alam lainnya akan terjadi. Hal itupun kini terbukti. Peristiwa telah terjadi, biarlah terjadi. Namun kita harus bijak dan mengambil sikap untuk mengantisipasi (menunda,meminimalisasi, jika memungkinkan mencegah) terjadinya bencana di bumi pertiwi ini. “Tak bisa di tawar-tawar lagi, Meruwat dan merawat Bumi Pertiwi merupakan koridor untuk melakukan terapi keselamatan Bumi Pertiwi”
Dlam upaya teraphi pencegahan bencana sekaligus pemulihan pasca bencana, pada tanggal 31 Juli 2006 (Hari Senin malam Selasa Kliwon) Sanggar Supranatural Songgo Buwono akan melakukan ritual. Ritual tersebut bertempat di Parang Kusumo dan Cepuri. Untuk Itu Bunda Lia Hermin Putri mengajak segenap masyarakat untuk melakukan Do’a bersama sesuai keyakinan masing-masing agar ritual dan permohonan Do’a dapat terlaksana dengan baik. Sehingga apa yang kita inginkan dapat terkabul, yakni memohon Bumi Mataram-Jogjakarta terhindar dari bencana seperti yang telah di ramalkan, dan dapat segera pulih dari bencana yang telah menimpa di masa lalu. Imminent

TUMBAL TANAH JAWA

Press release

Lia Hermin Putri

Sanggar Supranatural Songgo Buwon

Hp. 081578802666



Pada hari Senin Tgl.31 Juli 2006 Songgo Buwono menggelar acara Do’a bersama untuk mencegah agar tidak lagi terjadi bencana di wilayah Pulau Jawa. Pada Pkl. 13.00 WIB sampai Pkl. 16.30 WIB, di Sanggar Supranatural Songgo Buwono, Ibu Idham Samawi (istri Bupati Bantul) membagikan beras, mi instan,telur dan daging kambing kepada seluruh masyarakat yang kurang mampu di wilayah Parangtritis – Mancingan dibantu oleh anggota Songgo Buwono, dengan tujuan Kurban. Acara itu juga masih berkait dengan acara ritual dan do’a bersama.

Pada hari itu juga, selisih beberapa jam, di Sanggar Songgo Buwono diwarnai kesibukan para anggota maupun penduduk setempat menyiapkan 21 Tumpeng dengan 7 jenis nama tumpeng yang berbeda. Tumpeng Kendit, tumpeng Agung, tumpeng Slamet, tumpeng Rosul, tumpeng Kencono, tupeng Tulak, tumpeng Songgo Buwono setiap tumpeng memiliki arti sendiri – sendiri.seperti tumpeng Kendit yang memiliki arti dan tujuan untuk Leluhur agar tetap menjangkung dan merangkul kita semua,tumpeng Agung untuk keslamatan Raja atau pimpinan agar selamat, sejahtera-adil dan bijaksana dalam bertindak sehingga dapat menjadi contoh bagi rakyatnya, tumpeng Slamet untuk keslamatan Negri tercinta, tumpeng Rosul untuk mengigatkan bahwa kita umat beragama agar tetap menjalankan perintah Allah SWT atas petunjuk Nabi besar Muhammad SAW, tumpeng Kencono untuk menciptakan Negri ini agar segera pulih dari berbagai kericuhan menjadikan Bumi Keemasan, tumpeng Tulak untuk menolak berbagai Kala baik Bencana alam atau sesuatu yang tidak kita inginkan, tumpeng Songgo Buwono yang artinya sangga bumi untuk mengingatkan pada seluruh rakyat agar mengingat Tradisi dan Budaya Leluhur bahwa Bumi yang kita pijak ini harus selalu dijaga karena ini adalah amanat Allah SWT.

Tujuh macam jenis tumpeng tiap jenis ada 3 yang punya arti sangat peka dan sacral. Mengapa harus ada 3 rakit dan tertuliskan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Laut Selatan? Lia Hermin Putri, Pimpinan Songgo Buwono menerangkan ; Tujuh mecam jenis tumpeng dan masing-masing di buat sebanyak tiga rakit itu melambangkan Mataram dijangkung oleh tiga titik kekuatan yakni Gunung Lawu, Merapi dan Laut Selatan. Dan dalam perjanjian leluhur ratusan tahun lalu, ke tiga kekuatan tersebut harus menjangkung dan Melindungi Mataram.

Namun sangat disayangkan, ke tiga titik kekuatan tersebut semua telah dilupakan pihak Mataram, dan hanya beberapa orang desa atau mereka yang mendarah daging saja yang masih memakai tata cara Leluhur tersebut. Kami yang tetap mengingat perjanjian sacral itu sangat terpukul dengan ditinggalkannya Budaya dan Tradisi yang sebetulnya harus di hargai dan dilestarikan. Karena, walau bagaimanapun dalam kosmologi masyarakat jawa, ke tiga titik tersebut tidak boleh dilepas, dan harus di rumat sesuai dengan adapt dan tradisi nenek moyang. Sesungguhnya hal itulah yang bakal membuat ketentraman di setiap sudut tanah Mataram ini.

Selain tujuh tumpeng, ada beberapa jenis lagi yang dipersiapkan untuk dilarung dan di labuh, yakni 3 sanggan pisang Raja, 3 tambir buah segar, 3 tambir jajan pasar, 2 tambir bunga setaman yang ditata rapi, 3 ekor kepala-kulit-ekor dan kaki kambing kendit, 3 ayam Cemani, 3 ekor Angsa Putih, 3 ekor Bebek putih, 3 ekor Burung Perkutut pilihan, 3 ekor burung Merpati, 3 ekor ayam tulak dan seperangkat pakaian berwarna hijau serba sutra serta kain panjang. Semuanya di labuh(dibuang kelaut)

Untuk melaksanakan acara tersebut mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Acara tersebut memakan dana sebesar Rp.25.000.000. Mahalnya biaya dikarenakan persyaratan yang ada memang agak sulit di dapat. Ironisnya, mereka yang memiliki bahan yang dibutuhkan untuk acara, justeru cenderung memanfaatkan untuk mengambil keuntungan yang lebih. Padahal upacara tersebut jelas untuk kepentingan masyarakat banyak. Yakni upaya menyelamatkan masyarakat dari bencana dan musibah yang lebih besar.

Secara naluri kemanusiaan, sudah semestinya kita saling bahu membahu agar acara ritual dan do’a bersama dapat berjalan dan membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Bukan malah sebaliknya, mereka justeru mengambil kesempatan dan memakai ‘aiji mumpung’, mumpung barang-barang tersebut dibutuhkan sehingga mereka memasang harga tinggi. Seperti halnya harga kambing kendit, Ayam Cemani dan kebutuhan lainnya, mereka yang kebetulan memiliki hewan tersebut mematok harga yang demikian mahal. Sekali lagi, padahal itu untuk kepentingan ritual yang bertujuan untuk keselamatan masyarakat. Sungguh na’if jika kita hanya melulu memikirkan tentang materi.

Walau demikian, Bunda Lia dengan sabar, kebutuhan itu tetap saja dibeli untuk memenuhi sarat lengkapnya ritual. Hal ini mengingat kesemuanya adalah untuk menyelamatkan masyarakat Mataram – Yogyakarta dan pulau Jawa.

Semua yang Bunda Lia lakukan bersama Ibu Idham Samawi (istri Bupati Bantul) adalah upacara untuk menumbali tanah Jawa agar tidak terjadi bencana lagi baik gempa, badai, tsunami dll, Allahumma, Amin. Acara dilaksanakan pada malam Selasa Kliwon Tgl.31 Juli 2006 agar

Mengapa ritual dengan adat dan tradisi jawa harus dilakukan ? Kita harus sadar antara do’a dan tradisi memiliki ikatan yang erat bahkan seperti dua mata pedang yang tidak bisa di pisahkan. Betapa tidak, tradisi atau tata cara merupakan suatu ‘kendaraan’ untuk sampainya suatu keinginan dalam memohon. Sementara kesakralan dapat di jadikan sebagai kekusyukan kita dalam berdo’a. Karenanya, tradisi ritual merupakan tradisi sacral yang tidak boleh di tinggalkan. Terlebih pada masyarakat Jawa, karena hal demikian dapat menciptakan suatu keseimbangan baik bagi manusia selaku jagad cilik maupun alam yang merupakan jagad raya atau jagad besar yang kesemuanya itu sudah di titipkan oleh sang maha kuasa kepada manusia dan mahluk lain sebagai penghuni alam ini.

Ini sudah menjadi suatu hal yang jelas, dimana Tuhan sang maha pencipta yang juga maha kuasa telah menitipkan atau memberi kuasa untuk meruat dan merawat segala isi bumi kepada para penghuninya. Manusia salah satu penghuni bumi yang memiliki akal dan budui pekerti, tentu memiliki tradisi atau tata cara dalam meruwat dan merawat alam ini. Seperti halnya tradisi sacral yang kami laksanakan, itu merupakan suatu tata cara yang sudah turun temurun dilakukan oleh para leluhur. Bahkan bagi kami, ritual yang demikian harus dilakukan dan tidak bisa di tawar-tawar lagi. Disamping sebagai upaya pelestarian budaya dan tradisi, upacara tersebut juga menjadi pemicu kekhusyukan dalam berdo’a memohon kepada Sang Pencipta.

Ini terbukti ketika kami melakukan ritual, kami selalu di beri isyaroh atau petunjuk apa yang bakal terjadi, dan harus bagaimana menghadapi hal yang akan terjadi. Bahkan kami pun di beri gambaran untuk mereda bencana yang bakal terjadi.

Seperti halnya Ritual yang baru saja kami gelar, kami diberikan pertanda akan terjadi kembali bencana di beberapa tempat, dan kami juga diberikan petunjuk apa yang harus kami lakukan agar musibah urung terjadi.

Berkaitan dengan akan terjadinya lagi bencana alam di beberapa wilayah, saya tidak berani mengutarakan, karena saya takut terjadi kesalah pahaman. Namun yang jelas kami terus berupaya dan mengajak segenap masyarakat tetap waspada dan memohon kepada Tuhan agar bencana yang sudah menjadi ‘suratan’ alam dapat berubah menjadi ketentraman dan keselamatan. Amin Allahuma Amin.

Sekali lagi saya sampaikan, dunia akan terus mengalami bencana alam sepanjang lima musim. Untuk Indonesia masih akan terus mengalami bencana sampai pada akhir tahun 2007. Ma’af, ini bukan merupakan ramalan, melainkan petunjuk atau isaroh ghoib yang kami tangkap.

Demikian pula tanah jawa, wilayah Mataram pada khususnya, setelah kami melakukan labuhan “Tumbal Mataram dan Tanah Jawa” bukan berarti akan lolos dari bencana alam dengan begitu saja. Karena Jauh sebelumnya tanah mataram terkait dengan satu perjanjian sacral yang mau tidak mau pihak Mataram harus mematuhi perjanjian tersebut. Dari isi perjanjian tersebut diantaranya adalah harus menjunjung tinggi adat, budaya dan tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun. Jujur saya katakan, saat ini Mataram tengah dilanda krisis budaya dan tradisi, musibah dan bencana alam yang terjadi beberapa waktu lalu, hanyalah sebagai peringatan agar Mataram kembali kepada adat dan tradisi nenek moyang yang saat ini telah dilupakan. “Pangling kepada diri sendiri, itu yang menjadi permasalahan serius dan sacral bagi Mataram”.