LAYANAN SUPRANATURAL SONGGO BUWONO

__________________________________________________________
Bagi anda yang mempunyai permasalah pribadi /keluarga, Kami siap membantu kesulitan yang anda hadapi.
Sukses dalam Bussiness, Karier / Jabatan, Pangkat, Pengasihan Tingkat Tinggi, Enteng Jodoh, Rejeki, Ruwatan, Bedah Aura Diri/ Anak, Kewibawaan, Gangguan Ghaib. Dll.
Hot Line Service: 081227272345 - 08125999929

Email: bunda_lia_herminputri@yahoo.co.id
songgo_buwono@yahoo.co.id
__________________________________________________________

PRESS RELEASE

________________________________

27 January 2009

Dosa Kok Diperjual-belikan

Press Release
Bunda Lia Hermin Putri
Hp.08125999929




Syukur Alhamdullillah, Allah telah memberikan kita negeri yang subur.
Negeri agraris yang sempat membuat bangsa-bangsa lain menjadi iri akan alam yang gemah ripah loh jinawi ini.
Namun perlu dicermati, suburnya alam kita, kayanya alam kita juga telah menina bobokan kita.
Pada akhirnya muncul kenistaan kita terhadap sang Khaliq.
Saya menganggap ini suatu kenistaan, karena kita tak mau mengelola apa yang telah diberikan Allah kepada kita. Kita juga tak dapat merawatnya dengan baik.
Hingga bangsa ini-pun kedepan bakal mati kelaparan di lumbung padi…. Inilah bentuk kenistaan yang kami maksud.
Kita juga hanya berkecap bangga, namun kita tidak mau berjuang untuk merumat apa yang telah diberikan-Nya.
Astaghfirullah…. Ma’afkanlah dosa dan kesalahan kami Ya Allah.
Ikqra….. – Bacalah --. Demikian Allah memberikan wahyu pertamanya Kepada Rosullulah SAW.
Ini jelas pula maksud yang terkandung di dalam kalimat tersebut. Kita harus jeli membaca alam, kita harus jeli membaca situasi, kita juga harus jeli membaca potensi yang ada di diri kita, dilingkungan kita, di Negri kita, bahkan di seluruh jagad raya ini.
Memang hal ini tidak mudah dilakukan.
Butuh pembelajaran, butuh ketelatenan untuk membaca apa yang telah diperlihatkan-Nya oleh Allah SWT…….

Demikian pula di saat sekarang ini, dimana negeri kita mengalami krisis kepemimpinan. Sebagai masyarakat, warga Negara Indonesia yang bertanggung jawab atas nasib bangsa kedepan, kita harus jeli pula dalam memilih seorang pemimpin.
Karena secara demokrasi, Rakyat menjadi penentu atas siapa yang akan dijadikan sebagai pemimpinnya.
Namun secara filosofis, bukan hanya kemenangan demokrasi yang akan menempatkan manusia menjadi seorang pemimpin.
Butuh beberapa faktor lain yang harus dimiliki agar seseorang bisa menjadi pemimpin sejati.

Jika seorang pemimpin merasa lahir hanya karena kemenangan secara demokrasi, niscaya akan tumbuh pula keangkaramurkaan pada dirinya.
Dia akan melebihi Raja yang dictator, Raja yang otoriter dan merasa memiliki kekuasan yang absolut, tanpa memikirkan hak rakyatnya.
Disinilah dibutuhkan kejelian masyarakat dalam memilih seorang pemimpin. Jangan sampai kita terjebak oleh janji-janji manis tanpa bukti, jangan pula kita dapat disogok hanya untuk mengangkat “derajat” mereka, yang kemudian jika dia telah menduduki kursi kekuasaan, malah menginjak-injak kita. Dan menambah dosa… sebab apa? Dosa di Negara ini sudah diperjual belikan.
Ini karena dia merasa kekuasaan yang didapat merupakan ‘barang dagangan’ yang sudah dibelinya dari rakyat dengan bayaran uang sogokan yang tidak seberapa, serta ucapan janji-janji busuk saat kampanye.
Sungguh itu merupakan perbuatan yang dzolim.

Fiman Allah SWT dalam Al Qur’an surat : Al a’raf ayat :129

Qalu uzina min qabli an ta’tiyana wa mim ba’di ma ja’tana, qala ‘asa rabbukum ay-yuhlika’aduwwa kum wa yastakhlifakun fil –ardi fa yanzura kaifa ta’malun.

Artinya :
Kaum Musa berkata : “ Kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum kamu dating kepada kami dan sesudah kamu datang” Musa menjawab : “ Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu Khalifah di bumi (NYA) maka Allah SWT akan melihat bagaimana perbuatanmu.

Allah SWT tidak menyukai pemimpin yang Dzolim, yang menyengsarakan rakyatnya. Jika terjadi hal demikian, bukan hanya sang pemimimpin tadi yang dzolim, kita juga termasuk orang-orang yang telah menzolimi diri kita sendiri, sebab kita telah memilih pemimpin hanya karena uang sogokan, bukan karena sikap, sifat, serta segala kebaikan yang tercermin pada calon pemimpin yang akan kita pilih. “Ingat….. salah pilih akan berakibat fatal…”

Yang menjijikan lagi…, setelah dia terpilih menjadi pemimpin, dia hanya merasa kalau kepemimpinannya itu hanyalah hasil dari demokrasi yang diciptakan manusia. --- “Saya ada di kursi kepemimpinan ini lantaran dipilih oleh rakyat” --- katanya. Hanya itu yang menjadi kebanggaan atas kemenangannya. Dia lupa…., kalau setiap pemimpin kaum, golongan apalagi pemimpin bangsa, adalah Rahmat sekaligus cobaan besar yang diberikan Allah kepadanya.
Sementara demokrasi hanyalah sebagai lantaran atau jalan untuk menuju ke arah itu.

Firman Allah SWT: Surat : Shaad, Ayat 26

Ya Dawudu inna ja’alnaka khalifatan fil-ardi fahkum bainan-nasi bil-haqqi wala tattabi’il- hawa fa yudillaka ‘an sabillillah, innallazina yadilluna bima nasu yaumal- hisab.

Artinya :
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu Khalifah (Penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (Perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengukuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Al;lah SWT akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

Maka mari kita pilih pemimpin yang benar, gunakan nurani kita diatas akal kita. Pilihlah pemimpin yang memiliki tutur - sembur – uwur agar dapat menjadi pemimpin yang adil bagi rakyatnya, yang mengerti akan kebutuhan rakyat kecil, bukanlah pemimpin yang hanya mementingkan diri sendiri dan kelompok saja.

Saudara-saudaraku sekalian……. Mari kita merenung, berdo’a, serta ber-introspeksi diri, apa yang harus kita lakukan untuk melangkah kedepan agar bangsa ini terbebas dari penjajahan nuraniah, agar kita lolos dari kepemerintahan yang sewenang-wenang, agar kita tak mati di lumbung padi.

Jelas ini menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama.
Sekali lagi saya katakan. ……… kita harus berani bersikap dalam menentukan siapa yang patut menjadi pemimpin Bangsa ini atau daerah sekalipun.
Kita harus tulus ikhlas memohon kepada Allah, agar Allah memberikan kepada kita petunjuk seorang pemimpin yang Jujur berkeadilan, pemimpin yang tegas bermartabat.
Pemimpin yang benar-benar berjiwa kepemimpinan.
Bukan hanya pemimpin yang lahir karena demokrasi di luar kandungan Ibu Pertiwi. Subahanallah…. Hanya Engkau yang maha tahu atas apa yang kami butuhkan. Ya Allah …………

Sudah menjadi kelemahan manusia memang, ketika telah diberikan rahmatan…, tamak, serakah serta kelalaian lainnya akan mengikuti.
Lagi-lagi kita harus mengingat kata “Iqra” – Bacalah –
Kita harus bisa membaca dan merasakan apa yang telah diberikan Allah SWT kepada kita.
Jika kita berani dan mau membaca, kemudian merasakan apa yang telah diberikan, maka rasa tamak, serakah, serta hal lain yang membuat kita merugi akan terlupakan.
Yang ada hanya rasa syukur, sabar serta berusaha untuk menjadi lebih baik.
Dalam Falsafah jawa mengatakan “Mulat Sariro Hangroso Wani”. Secara harfiah yang artinya “ Sebagai hamba Allah kita harus selalu ber- Intropeksi diri, mawas diri supaya kita tidak tergelincir dijalan yang sesat”

Ini….., hal ini yang harus dijadikan kata kunci bagi kita.
Terlebih bagi seorang pemimpin yang jelas-jelas memikul nasib orang banyak.
Introspeksi diri merupakan benteng kukuh yang bisa menyelamatkan segalanya.

Berbicara tentang sosok kepemimpinan, saya jadi ingat seorang pemimpin besar Jenderal Sudirman.
Berlatar belakang seorang guru, Pak Dirman juga mampu bersikap sebagai ‘Tentara Perkasa” yang memiliki komitmen atas nasib bangsa ke depan. Walau kala itu beliu dalam kondisi sakit, namun tetap memimpin perang di medan laga tidak perduli mesti di tandu.
Hal ini bisa dijadikan sebagai inspirasi dan dan contoh kita betapa mulianya jasa dan penjuangan Jendral Sudirman.
Semangat kebangsaan Pak Dirman sebagai pemimpin tak surut oleh apapun.
Kemerdekaan bangsa ini tetap menjadi perioritas utama ketimbang kesehatan dirinya sendiri. Hanya ada satu tujuan, yakni menuju Bangsa Indonesia Merdeka, lepas dari segala macam bentuk penjajahan.
Baik bentuk penjajahan per-ekonomian, penjajahan nurani maupun aqidah.
Tetapi apa yang kita jumpai sekarang ini - apa???

Yang menjadi pertanyaan mengapa Orang Islam tidak dapat bersatu?
Agaknya di tahun 2009, bumi pertiwi masih dirundung malang.
Bencana demi bencana masih dialaminya.
Selain dampak dari pemanasan global, faktor moralitas juga mendominasi terjadinya petaka.
Berkaitan dengan pemanasan global, masyarakat dunia telah mencapai kesepakatan (walau belum memuaskan), dimana negara maju sepakat akan memberikan kompensasi atas dampak teknologi yang berpengaruh buruk terhadap kondisi alam semesta.
Nilai kompensasi yang kurang memadai ini juga akan bertambah sia-sia jika penggunaannya tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Lepas dari bencana alam, tingkat moralitas yang rendah juga akan menyeret bangsa ini ke sisi yang gelap. Wilayah Indonesia Bagian Timur akan digerogoti dengan gejolak masyarakat yang kian dahsat.
Demo besar-besaran bakal terjadi di wilayah itu. Demonstrasi terjadi dikarenakan kekuatan isu politik yang dihembuskan pihak ketiga yang sengaja ingin menciptakan suasana keruh di Indonesia Bagian Timur.
Yang lebih mengerikan lagi, Agama masih dijadikan komoditi unggulan pihak ketiga dalam upaya memecah belah bangsa ini. Kali ini upaya pemecah belahan Agama Islam gencar dilakukan.

Gerakan-gerakan tersebut mendiaspora di mana-mana.
73 golongan akan ‘diadu’ dan ego-nya dipancing mengakui bahwa golongannya adalah aliran yang benar dan terbaik.
Kemudian mereka menuding kelompok lain sebagai aliran sesat.
Berkaitan dengan hal tersebut, saya berpendapat, Islam yang benar adalah Islam yang tidak mau di pecah belahkan.
Jangan terpancing atas isu pemecah belahan tersebut.
Kendalikan emosi serta hilangkan sifat ego kelompok atau golongan.

Jelas, permasalahan ini berkait erat dengan tingkat keimanan kita kepada sang khalik. Apapun golongan atau alirannya, Islam telah memiliki aqidah baku dan berinti kepada cinta kasih kepada sesama, serta mengakui akan ke-Esaan Allah SWT.
Maka mari kita cari seorang pemimpin yang dapat menjadi panutan yang dapat menjadi Imam yang baik bagi kita semua, bagi anak cucu kita dan tunas-tunas Bangsa nantinya. Seperti pepatah Jawa mengatakan
Ing ngarso sung tulodho ( pimpinan itu apa bila didepan harus dapat memberi contoh )
ing madyo mangun karso ( bila sedang ditengah membangun semangat dan dapat menjadi penengah )
tut wuri handayani ( apa bila dibelakang memberi dukungan dan dapat mendorong semangat untuk kedepan ) ini sangat berarti bagi kita tapi kenapa Pemimpin sekarang lain tidak seperti ajaran dan pesan atau kalimat ki Hajar Dewantoro ?
Beda halnya dengan isu kedaerahan serta pemecah belahan Islam, lembaga hukum di Indonesia justeru ‘memilih jalan gelap’ dimana para penegak hukum semakin melemah dalam menyangga hukum yang berlaku.

Saya menitik beratkan kepada Lembaga Hukum.
Lembaga hukum bakal mendapat cobaan yang demikian berat. Disamping ancaman dari luar, tingkat kolusi yang tinggi juga akan mempengaruhi jejegnya naluri keadilan bagi para pelaku hukum di lembaga tersebut.
Saya yakin, mereka yang sekarang duduk dan memiliki kedudukan adalah orang-orang terpilih dan pinilih yang betul-betul paham dengan tugas dan kewajiban yang diembannya.
Tapi saya masih meragukan, apakah mereka benar-benar teguh dalam pendiriannya jika terjadi ancaman atau mungkin sogokan yang akan diberikan kepadanya.
Allahu alam.... Kelak tampak dari mata batin kita yang duduk akan ketauan tidak menepati janji dan akan kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya, banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab.

Ingat....... lemahnya peradilan bukan merupakan siksaan dari Tuhan, melainkan lemahnya manusia atas tanggung jawabnya sebagai mahluk sosial yang bergantung kepada hukum.
Garong makin merong - rong, rampok makin merajalela, pengayom memfitnah yang diasuh, penjaga mencuri yang dijaga, penjamin malah minta dijamin, karena menjadi korban orang jahat dan jahil, orang kecilpun semakin terkucil.
Tidak hanya para petinggi, atau praktisi hukum saja yang berperan untuk menegakkan hukum di negeri ini. Semua lapisan masyarakat harus tunduk kepada hukum.
Jika tidak, maka dia akan terhukum.
Banyak janji yang diingkari, banyak orang melanggar sumpahnya sendiri, manusia senang menipu tidak melaksanakan hukum Allah SWT barang jahat dipuja dan dimenangkan, barang suci dibenci dan dihakimi tanpa peduli membawa ke jeruji.
Telah kita ketahui, di Indonesia di mana negara ini adalah negara hukum yang berdasarkan atas Ketuhanan yang Mahe Esa.
Hukum yang dibuat jelas berlandaskan atas ketuhanan, bukan kekuasaan.
Jadi hukum positip yang di buat oleh manusia tadi merupakan implementasi dari hukum Tuhan.
Dengan kata lain, jika kita tidak mengindahkan hukum positip, atau memutar balikkan hukum positip, berarti kita telah meremehkan Hukum Tuhan.
Manusia sudah lupa dengan asal-usulnya.
Sering kali kita dengar peristiwa ‘permainan hukum’ terjadi di negeri ini.
Maka tak heran jika bencana terus melanda negeri ini. Tuhan murka, karena manusia tak taat lagi terhadap norma / hukum yang mengaturnya.

Banyaknya penyelewengan hukum akhirnya menjadi karma buruk bagi bangsa ini.
Dan kita menerima imbas karma tersebut padahal kita selalu berhati-hati dalam langkah kita. Selalu ingat sebab dan akibat bila melangkah.
Maka mari kita benar-benar memilih..... jangan sampai keliru dengan pemimpin-pemimpin palsu yang menyamar.
Kasihan saudara kita di daerah, didesa maupun dikota, makanya kita teliti bagaimana calon pemimpin yang akan kita usung ?
Namun, masih ada sisa waktu kita untuk merenung dan mencari jalan pulang untuk kembali kepada-Nya. Saya lebih cenderung, agar kita segera kembali kepada fitrah kita sebagai manusia, mahluk sempurna yang berkewajiban melindungi dan menjaga apa yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Allah SWT Maha segalanya.
Doa kita semoga segera muncul seorang tokoh pilihan yang sudah digembleng dari tanah Jawa, guna berbekal kekuatan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Seorang tokoh itu yang dapat membelah pulau Jawa ( Bumi Pertiwi ) ini menjadi dua.
Maaf bukan berarti tanah jawa akan terbelah dua tetapi terpisah oleh dua golongan yaitu Jahat dan Lurus.
Yang luruslah yang dipimpin, rakyat bersatu padu dalam hukum yang adil jujur dan bijaksana memutuskan perkara ( inilah saat yang disebut Ratu Adil) rakyat bersuka ria karena keadilan dari YME, akan muncul Seorang Pemimpin baru dan dapat memimpin Bangsa ini kedepan.

Sekarang yang kita lihat dan kita jumpai adalah
Banyak laknat banyak pengkhianat, anak berani pada orang tua, saudara saling membunuh, guru saling bersateru dan adu kekuatan, dimana-mana banyak yang melampiaskan amarah.
Harta akan menjadi penyebab, pangkat akan menjadi pemikat, yang wenang akan menjadi sewenang-wenang dan merasa paling hebat, yang kalah dan mengalah semua merasa bersalah.
Yang berhati suci dibenci yang jahat penjilat malah mendapat pangkat yang mencuri hanya duduk dan dapat upeti.
Setelah melihat ini semua apa yang mampu kita lakukan ???
Hanya berserah diri pada Allah SWT dan menata rasa dan hati kita agar kembali ke Fitrah kita sebagai makluk sempurna yaitu manusia.

Semoga kedepan kita dapat lebih banyak berbuat untuk negeri ini, negri yang diberikan kesuburan dan kemakmuran oleh Allah SWT, Amin.
Akhir kata, apa bila ucapan atau perkataan saya menyinggung atau tidak berkenan dihati tidak mengurangi rasa hormat saya sedikitpun mohon maaf sebesar-besarnya, karena kami masih harus banyak belajar dan menerima usulan dari panjenengan semua demikian kami hanya bisa mengucapkan ini dengan penuh harap pada rasa kebersamaan dan kepedulian kita.

Prediksi Masa Depan Indonesia Menyingkap Takbir Keghaiban Kasekten untuk Kepemimpinan


Press Release
Bunda Lia Hermin Putri
Sanggar Supranatural “Songgo Buwono"
Yogyakarta.
Kasekten untuk kepemimpinan




Kekuasaan dalam budaya Jawa yang terangkum dalam istilah Kasekten.
Contoh apa bila kesaktian Raja masih Jaya, seluruh tatanan kosmin berputar secara teratur mengelilinginya. Tetapi disayangkan Kasekten Raja sekarang telah memudar, alampun turut terkena dampaknya, keteraturan alam dan masyarakat juga ikut kendor, dampaknya berbagai bencana alam serta gejolak sosial.

Kesaktian penguasa akan tetap berada dalam kejayaannya selama ia mengikuti etika – kekuasaan, dengan menjalankan kekuasaan tersebut demi kepentingan seluruh alam.
Namun bila penguasa telah terjangkiti pamrih, kehendak untuk memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan sendiri, keluarga atau pihak-pihak tertentu, kesaktianya akan luntur.

Lazimnya para penguasa yang mulai merosot kekuasaannya, ditandai bergolaknya alam dan masyarakat, dan berlindung berbagai simbul dan slogan dari nilai-nilai luhur budaya Bangsa yang menjadi idiom bersama masyarakat.
Penyelesaian ini, meski relatif dapat meredam gejolak sosial, tidak mampu berbuat banyak terhadap bencana yang bersifat alami.

Apakah yang harus dilakukan jika kutukan zaman datang seperti yang kita alami sekarang ini? Meskipun ia mampu mengungkapkan berbagai kejadian yang mengindikasikan datangnya kutukan zaman, namun tidak memberikan suatu jalan penyelesaian yang konklusif.
Maka apakah kita tidak segera Eling, Waspada, dan Sabar.

Sikap Eling adalah selalu ingat akan jati dirinya adalah mahkluk spiritual, dan mendorong untuk selalu berpegang kepada spiritualitas yang tidak lain adalah inti dirinya yang terdalam. Sikap Waspada mengingatkan dorongan nafsu kearah tepi lingkaran eksistensi selalu ada disetiap sudut kehidupan sehingga kewaspadaan wajib dijaga. Sedang Sikap Sabar mendorong manusia untuk menghayati sikap kewaspadaan untuk dapat menanggulangi bahaya nafsu diperlukan pengorbanan, karena kejahatan tidak cukup dengan niat baik. Menyingkap tabir kegaiban suatu tanda gerak jaman yang penuh bahaya – kesusahan bagai utusan TUHAN yang mengabarkan datangnya penderitaan ke bumi.
Maratabat Negara tampak tetapi tanpa rupa, rusak tercambik-cambik. Hukum dan aturan diinjak-injak tidak ada lagi teladan yang bijak.
Matahari kehidupan bangsa Indonesia seakan hampir padam dunia kini telah penuh bencana. Ditambah kebodohan akal disaat tergoleknya Mantan Presiden Soeharto yang waktu itu beberapa hari berbaring di RS Pertamina, ditengok oleh berbagai kalangan baik pejabat, pengusaha, spiritual dan masih ada yang lain yang ingin tau keadaan Bpk. Soeharto waktu itu. Namun semua yang membesok konon ingin diwarisi Kasekten / Wahyu / sesuatu yang ada pada diri Bapak Soeharto, aneh memang kedengaranya karena yang namanya Wahyu itu tidak perlu di kejar atau diburu kalau memang seseorang dikehendaki oleh Allah dan Alam wahyu pasti akan datang pada orang tersebut dengan sendirinya.

Telah kita ketahui di Era sekarang ini masyarakat lebih cenderung kepada pola kehidupan modern yang mengedepankan Demokrasi ala barat. Dimana sesungguhnya, Demokrasi kita yang kita jalankan sekarang ini merupakan asupan dari kultur luar. Sesungguhnya Indonesia memiliki pola Demokrasi sendiri yakni dengan pola Musyawarah Untuk Mencapai Mufakat, musyawarah telah tercantum pada Pancasila tetapi dalam beberapa decade setelah lengsernya Pak Harto Pancasila tidak lagi tampak apalagi Budaya kita. Demokrasi yang ada sekarang ini merupakan Demokrasi yang memancing ego dan ambisi dipenuhi dengan emosional kelompok, bahkan perseorangan. Sehingga Demokrasi tersebut hanya menghasilkan saripati Emosional. Dampaknya adalah kutukan zaman yang nantinya akan menambah kerusuhan silih berganti nafsu angkara murka dimana-mana. Manusia akan menjadi gundah merajam jiwa, malu yang tak terobati berbagai fitnah dan intrik dating seakan menghibur dan bermanis muka menyanjung segala puji dari pihak luar, padahal semua itu hanyalah siasat menikam diri Bangsa apabila tidak kita waspadai mulai dari sekarang. Ada baiknya kita kembali pada kultur kita sendiri “Bermusyawarah Untuk Mencapai Mufakat”

Gossip dan rumor menyebar bagai angin membawa berita janji muluk, pangkat, drajat, kedudukan, namun semua hanyalah bualan janji kosong para calon yang ingin KURSI . Padahal jika kita cerna jadi pejabat untuk apa ? bila hanya menanam benih dosa disiram air lupa diri hanya akan berbunga bencana. Dosa dibuat permainan, apa bumi ini milik sang penguasa? Apa sudah melupakan asal usulnya? Lupa pada Yang Maha Esa?
Kini zaman sedang kena musibah, yang dapat dijadikan teladan menimbang yang baik dan keburukan pasti tidak akan pernah kurang. Dan bersiap untuk menerima segala putusan takdir dunia yang makin ruwet ini menurut padangan spiritual, jika masyarakat selalu mengalami gejolak dan mengedepankan keangkaramurkaan, maka alam-pun akan membalas bergejolak. Karena hal ini pengaruh hawa keangkara murkaan manusia yang lupa jatidirinya. Namun bila kita kembali pada jati diri kita, dimana seorang pemimpin yang menurut kultur Jawa memiliki karakter Tutur, Sembur, Uwur maka rakyatpun tidak akan gelisah. Jika Masyarakat tentram maka energi positif yang akan terpancar kembali Bangsa Indonesia, alam-pun akan memanjakan masyarakat kembali menjadi gemah ripah loh jinawi. Seperti yang terjadi sekarang ini kami menilai Bangsa kita sudah kehilangan Buku Sucinya. Yang saya maksut dengan “Buku Suci” disini adalah “Kitab Tanpa Tulis “ inilah yang dinamakan Kasekten. “Kitab Tanpa Tulis yakni getar hati nurani yang lembut, yang merekam suara kebenaran”. Dan kita harus menemukanya kembali “Buku Suci” itu. Dimana ??? yah ….dihati sanubari kita yang paling dalam.
Lalu siapa yang disebut orang sakti? Orang sakti adalah orang yang telah berhasil mengalahkan musuh besarnya, yakni hawa nafsunya sendiri.

Dalam filosofi “ Hamemayu Hayuning Bawono “ terkandung dalam misi Tri Satya Brata : Hamengku Nagara, Hamengku Budi dan Hamengku Buwana, yang artinya Hamengku Nagara karena Tuhan menciptakan Bumi kita hidup di bumi dan beraneka ragam suku, agama, golongan sehingga dibutuhkan satu pemerintahan yang mengatur agar manusia tidak saling silang antar manusianya. Hamengku Bumi sebagai lingkungan alam kita wajib melestarikan karena bumi sebagai sumber alam. Hamengku Buwono, menjadi kewajiban manusia yang lebih luas dalam mengakui, menjaga, dan memelihara seluruh isi alam semesta. Memasuh Malaning Bumi, Mangasah Mingising Budi. Keharmonisan alam lingkungan.

Sifat atau Watak Seorang Pemimpin yang patut kita pilih dan akan menjadi Pemimpin, apabila orang tersebut memiliki sifat atau watak sebagaimana yang terdapat di dalam kitab Wahyu Astha Brata didalam Sarga XXIV dari wejangan Ramayana kepada Gunawan Wibisono, juga Sri Kresno kepada Arjuna dalam “Bhagawat Gitta “ Diterangkan bahwa seorang yang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin atau Raja adalah dalam jiwanya terdapat 8 (delapan ) macam sifat alam. Kewajiban seorang Pemimpin harus selalu mencerminkan sifat dan sikap :
Lebih lanjut diterangkan oleh Bunda Lia, bahwa dalam kitab Wahyu Astha Brata menerangkan bahwa seseorang yang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin atau raja di dalam jiwanya telah memiliki 8 (delapan) macam Sifat Alam, Hukum Alam (Sunnatullah) atau 8 (delapan) macam watak-watak Kekuatan Alam, adapun 8 (delapan) watak-watak Alam tersebut adalah:

1. Watak Matahari atau Dewa Surya
Menghisap air dengan sifat panas secara perlahan serta memberi sarana hidup. Pemimpin harus selalu mencerminkan sifat dan sikap semangat kehidupan dan energi untuk mencapai tujuan dengan didasari pikiran yang matang dan teliti serta pertimbangan baik buruknya juga kesabaran dan kehati-hatian.


2. Watak Bulan atau Dewa Chandra
Yang memberi kesenangan dan penerangan dengan sinarnya yang lembut. Seorang pemimpin bertindak halus dengan penuh kasih sayang dengan tidak meninggalkan kedewasaannya.

3. Watak Bintang atau Dewa Yama

Yang indah dan terang sebagai perhiasan dan yang menjadi pedoman dan bertanggung jawab atas keamanan anak buah, wilayah kekuasaannya.

4. Watak Angin atau Dewa Bayu

Yang mengisi tiap ruang kosong. Pemimpin mengetahui dan menanggapi keadaan negeri dan seluruh rakyat secara teliti.

5. Watak Mendung atau Dewa Indra Yang menakutkan (berwibawa) tetapi kemudian memberikan manfaat dan menghidupkan, maka pemimpin harus berwibawa murah hati dan dalam tindakannya bermanfaat bagi anak buahnya.

6. Watak Api atau Dewa Agni

Yang mempunyai sifat tegak, dapat membakar dan membinasakan lawan. Pemimpin harus berani dan tegas serta adil, mempunyai prinsip sendiri, tegak dengan berpijak pada kebenaran dan kesucian hati.

7. Watak Samudra atau Dewa Baruna

Sebagai simbol kekuatan yang mengikat. Pemimpin harus mampu menggunakan kekuatan dan kekuasaannya untuk menjaga keseluruhan dan keutuhan rakyat serta melindungi rakyat dari segala kekuatan lain yang mengganggu ketentraman dan keamanan secara luas dan merata.

8. Watak Bumi atau Watak Kekayaan atau Dewa Kuwera
Yang sentosa, makmur dengan kesucian rohani dan jasmani. Pemimpin harus mampu mengendalikan dirinya karena harus memperhatikan rakyat, yang memerlukan bantuan yang mencerminkan sentosa budi pekertinya dan kejujuran terhadap kenyataan yang ada.

Lebih lanjut disampaikan oleh Bunda Lia, bahwa orang memiliki sifat dan watak 8 (delapan) sifat alam tersebut jumlahnya cukup banyak, karena orang tersebut merupakan perwakilan dari 1000 (seribu) orang, artinya tiap seribu orang yang lahir, akan dilahirkan seorang calon pemimpin diantara mereka, semangkin besar sifat dan watak alam yang melekat pada dirinya, maka semangkin tinggi pula kedudukan yang dapat diraihnya.