LAYANAN SUPRANATURAL SONGGO BUWONO

__________________________________________________________
Bagi anda yang mempunyai permasalah pribadi /keluarga, Kami siap membantu kesulitan yang anda hadapi.
Sukses dalam Bussiness, Karier / Jabatan, Pangkat, Pengasihan Tingkat Tinggi, Enteng Jodoh, Rejeki, Ruwatan, Bedah Aura Diri/ Anak, Kewibawaan, Gangguan Ghaib. Dll.
Hot Line Service: 081227272345 - 08125999929

Email: bunda_lia_herminputri@yahoo.co.id
songgo_buwono@yahoo.co.id
__________________________________________________________

PRESS RELEASE

________________________________

28 May 2006

Menyikapi Merapi dengan Kearifan

Dalam suatu ritual di kawasan pantai Parangkusumo – Parangtritis, Yogyakarta, sekitar November tahun lalu, kami sempat menangkap suatu isyarat lewat penglihatan mata batin “agar kita berhati-hati dalam tahun 2006/2007, terutama dalam bulan April dan Mei, karena kemungkinan bakal terjadi bencana alam.” Bencana akibat ulah manusia itu menurut istilah kami prahara Gupita.

Itulah yang kini terjadi. Melalui sejumlah media masa, kami sampaikan hal itu sebagai bentuk keprihatinan pada masyarakat. Kepada pihak otoritas pemerintah pun, melalui surat pribadi, kami sampaikan hal yang sama. Harapan kami, kita semua menyadari, betapa selama ini kita telah melampaui batas. Terutama terhadap sesama dan lingkungan hidup kita. Sudah terlalu lama kita hanyut dan tenggelam dalam kecanggihan zaman serba-edan ini, hingga lupa jatidiri kita sebagai orang Jawa.

Terkait situasi Merapi yang kini dinyatakan dalam status awas, sejak awal telah kami sampaikan bahwa—kalau saja pemahaman atas isyarat yang kami peroleh benar, Merapi belum akan meletus dalam skala yang dahsyat, sebagaimana kita bayangkan. Dan itu sesuai dengan karakteristik letusan gunung api ini. Namun disesalkan, banyak pihak yang berlebihan menanggapinya sehingga muncul ketidakpastian di masyarakat. Warga sekitar Merapi pun sebagian panik, lainnya tak peduli dan tetap melakukan aktivitas mereka. Kemudian diberitakan ada kalangan supranaturalis yang bahkan berani memastikan, hari ‘anu’ dan tanggal ‘sekian’ Merapi akan meletus. Menurut hemat kami ini sudah di luar wilayah supranaturalis. Terkesan arogan, mendahului kehendak Yang Mahakuasa.

Ada lagi yang mengatakan, “bila Gunung Merapi meletus, harta bangsa Indonesia akan muncul, berupa emas lantakan – dollar – rupiah, dan seterusnya”. Naudzu billahi min dzalik. Mengapa hati dan pikiran kita menjadi demikian gelap, dibutakan kerakusan akan harta-benda? Tak syak lagi, harta dan kekuasaan telah merajai sebagian manusia. Sungguh tidak rasional, gunung “menyimpan emas batangan dan timbunan uang kertas”. Harta berlimpah? Memang benar, gunung - hutan dan bumi menyimpan kekayaan tak ternilai bila kita mengelolanya secara bijak! Namun sebagian manusia menjadikan bumi, dan apa yang ada padanya, sebagai lahan bisnis sekaligus ajang untuk menggelar dan memuaskan egoismenya yang picik.

● ● ●


Ketika seluruh perhatian terlena oleh Merapi, laksana menyambut layaknya ‘hajatan’, tiba-tiba bencana lebih dahsyat datang tanpa diduga. Seolah alam ingin mempermalukan kita, meledek kesombongan dan keangkara-murkaan kita.
Bencana gempa bumi melanda Yogya dan sekitarnya, dengan tingkat kehancuran fisik/materi dan korban manusia dalam jumlah yang sungguh luar biasa. Coba bandingkan dengan kemungkinan jatuhnya korban akibat Merapi!

Padahal, jauh sebelumnya Bunda Lia telah mengingatkan tengara/sasmita bencana ini, yang ditangkapnya saat menjelang pergantian tahun yang lalu (Ritual Suran, sekitar Maret 2006). Demikian pula, saat meminta petunjuk sebelum naik ke Merapi dan sesudahnya pun diperoleh isyarat serupa. Namun apa yang terjadi? Kita malah terseret dalam silang pendapat dan berebut ketenaran tentang siapa yang telah peduli pada krisis Merapi. Sementara Bunda Lia bersama anggotanya—yang secara diam-diam tanpa pamrih popularitas dengan menghadang segala risiko bahaya, langsung mendaki ke sana meredam gejolak, justru tidak pernah disebut-sebut.

Menyikapi bencana terakhir ini (gempa Yogya), Bunda Lia berniat menggelar kembali Laku-Ritual, dari Merapi hingga Pantai Selatan, dengan tujuan meredakan dampaknya agar tidak membawa korban lebih besar. Pada kesempatan ini Bunda Lia mengimbau seluruh lapisan masyarakat untuk tetap waspada dalam waktu sepekan ini. Dengan segenap kekuatan dan kemampuan yang dikaruniakanNya, kita berusaha. Bi idznillah wa bi nashrillah, dengan izin dan pertolongan Allah.

● ● ●

Sang Pencipta mengamanahkan alam ini kepada manusia sebagai hunian sementara, yang harus dirawat, dipelihara dan dijaga kelestariannya demi kepentingan manusia sendiri. Bukan sekadar diambil manfaatnya tanpa batas hingga rusak dan mengakibatkan bencana. Inilah Kalasudra, bencana yang menimpa rakyat jelata akibat tingkah-polah ‘orang besar’.

Sementara itu, masih terkait krisis Merapi, telah terjadi silang pendapat di antara pihak-pihak yang merasa pantas mengeluarkan pendapat. Terkesan berebut kebenaran, menurut versi masing-masing. Sebagai supranaturalis, kami hanya sebatas menyampaikan sasmita. Sama sekali bukan kapasitas kami untuk menentukan—apalagi menghalangi—kebijakan yang menyangkut penanganan masalah bencana. Namun menurut hemat kami, selain faktor keselamatan masyarakat, pihak mana pun tidak selayaknya memanfaatkan krisis belakangan ini sebagai dalih untuk mencapai tujuan atau agenda tersamar lainnya. Bukan pula arena untuk meraih nama dan kemasyhuran. Sungguh akan melegakan semua pihak bila kita bisa menahan diri, tidak gegabah melontarkan tanggapan yang memojokkan pihak lain. Syukur-syukur tercapai saling pengertian dan kesepahaman di antara semua pihak sehingga masyarakat tidak terombang-ambing.

● ● ●

Mari kita jaga kelestarian lingkungan di sekitar Merapi. Selain kita jaga, syukuri Merapi yang perkasa sebagai karuniaNya. Sekali pun tampak angkuh, tak akan menyemburkan awan pijar yang membawa korban. Asal kita tahu diri, tak melupakan tatakrama dan adab sebagai sesama makhlukNya.
Jangan perlakukan Merapi sebagai arena meraih ketenaran, apalagi sebagai ‘ajang bisnis’ untuk meraup keuntungan pribadi! “Merapi” akan lebih murka nantinya!

Tidak percaya? Buktikan saja bila saatnya tiba!
Atau mau cepat bukti Merapi meletus? Teruskan saja kegiatan yang membabi buta dan berlomba mencari keuntungan! Naudzu billahi min dzalik.
Apalah arti nama besar dan tumpukan harta? Kalau hanya menyuburkan angkara murka dan mengundang bencana? Membuat masyarakat dan rakyat menderita?
Bukankah ini salah satu makna isyarah yang kita terima? Kalasudra dan Prahara Gupita. Subhanallah! Manusia telah lupa jati dirinya. Jangan lupa dan tetap waspada di mongso pitu atau JULI, karena akan terjadi tsunami tapi daerah mana Allahhu Alam. Pesan Bunda Lia dengan nada yang optimis,

Kalau Merapi ‘batuk-batuk’, itu wajar karena sudah ciri khas gunung api satu ini. Karena itu, selayaknya kita sikapi fenomena krisis Merapi secara arif. Berdoa bersama memohon kepada Yang Mahakuasa agar Merapi tidak menjadi bencana bagi kita. Silakan mengambil sebesar-besar manfaat, namun tetap bijak dalam mengelola. Hentikan penggunaan alat berat—backhoe misalnya, secara berlebihan sehingga melampaui daya dukung lingkungan. Ingat kasus longsor penambangan pasir di Citatah – Nyalindung, Bandung.