LAYANAN SUPRANATURAL SONGGO BUWONO

__________________________________________________________
Bagi anda yang mempunyai permasalah pribadi /keluarga, Kami siap membantu kesulitan yang anda hadapi.
Sukses dalam Bussiness, Karier / Jabatan, Pangkat, Pengasihan Tingkat Tinggi, Enteng Jodoh, Rejeki, Ruwatan, Bedah Aura Diri/ Anak, Kewibawaan, Gangguan Ghaib. Dll.
Hot Line Service: 081227272345 - 08125999929

Email: bunda_lia_herminputri@yahoo.co.id
songgo_buwono@yahoo.co.id
__________________________________________________________

PRESS RELEASE

________________________________

21 August 2006

Antara Bencana dan Perjanjian Sakral Tempo Dulu

“Budaya, Adat dan tradisi”. Agaknya jika di lihat sepintas merupakan hal sepele jika dibandingkan dengan permasalahan politik yang seolah-olah dapat dijadikan kendaraan guna mencapai tujuan suatu bangsa atau Negara. Namun sesungguhnya budaya, adat dan tradisi justeru merupakan hal pokok bagi setiap umat, kelompok atau bangsa sekalipun. Karenanya sangat dibutuhkan upaya untuk melestarikan budaya,adat dan tradisi sebagai elemen penopang kelestarian umat manusia.
Mungkin masih banyak orang yang tidak menyadari, apa sesungguhnya di balik bencana alam yang terus menimpa. Sudah berulang kali saya mengingatkan, kita tidak boleh meninggalkan adat, budaya dan tradisi yang sudah ada sebelum kita lahir. Karena hal tersebut merupakan ‘kitab tak tertulis’ yang patut di jaga dan dilestarikan.
“Ingat, sejarah masa lalu sangat menentukan peristiwa masa kini dan masa datang’. Demikian pula bencana alam yang terjadi, jelas terkait dengan peristiwa masa lalu dan perjanjian-perjanjian sakral yang dilakukan oleh para pendahulu kita. Seperti halnya perjanjian antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Panembahan Senopati sebagai ihwal berdirinya Kerajaan Mataram. Pada intinya Kanjeng Ratu Kidul mengiyakan berdirinya kerajaan Mataram Islam Namun harus berkulitkan jawa dalam artian tidak meninggalkan adat dan tradisi yang sudah ada. Dengan kata lain, Pembauran antara Islam dengan jawa harus berupa proses akulturasi sehingga adat atau tradisi yang sudah ada tidak kehilangan akar oleh peradaban yang baru. Sementara saat ini cenderung kepada peristiwa asimilasi yang berupaya mencabut akar yang sudah ada sebelumnya.
Demikian pula dialog yang terjadi antara Sabdopalon dan Syekh Subakir yang pada akhirnya tercipta kesepakatan bahwa tanah jawa (sepenuhnya) akan dikembalikan setelah 500 tahun berlalu. Peristiwa dialog antara ‘tokoh’ Majapahit dan tokoh Islam tersebut terjadi di saat transisi Kerajaan Majapahit - Demak. Dan (kurun waktu 500 tahun) telah berlalu, janji belum dipenuhi. Saat inilah waktunya untuk menagih janji.
Menurut hemat saya, bencana alam dan peristiwa yang terjadi saat ini jelas berkaitan dengan peristiwa silam. Wajar jika para tokoh supranatural meramalkan bakal ada bencana besar di sana sini. Seperti halnya Permadi yang mengatakan Jakarta akan terapung, Mama Lauren juga mengatakan kalau madura akan tenggelam. Namun menjadi naif jika para supranatural hanya meramalkan bencana yang bakal terjadi tanpa memberikan solusi yang jelas. Ada akibat, pasti ada sebabnya. Jika sudah mengetahui sebabnya, maka harus bisa mengantisipasi akibat peristiwa yang bakal terjadi.
Peristiwa lalu, seperti halnya perjanjian-perjanjian sacral yang saya sebutkan di atas merupakan bagian dari sebab peristiwa kini dan mendatang. Dengan demikian, meluluskan janji sacral tempo dulu dapat dijadikan pengobat atau upaya untuk mengantisipasi terjadinya akibat tersebut. Namun jika hal itu tidak dilaksanakan, lihat saja nanti akan terjadi peristiwa yang lebih parah dari apa yang diramalkan para supranatural.
Bencana yang menimpa saat ini baru merupakan awal dari derita umat manusia yang sudah sekian lama lepas dari bingkai kemanusiaannya. Arogansi, nggegemongso angkoromurko menjadi hal terdepan untuk mencapai ambisi, sementara sifat kearifan tak lagi menjadi landasan untuk melakukan segala perbuatan.
Masih berkaitan dengan perjanjian sacral masa lalu, saya menangkap isaroh yang sangat mengerikan. Di bulan Agustus sampai Desember bakal terjadi keangkaramurkaan alam yang demikian dahsat. Dan saya tak perlu mengatakan hal apa dan daerah mana yang akan tertimpa bencana tersebut. Yang lebih penting kita memohon ampunan-Nya dan mengisi waktu singkat ini untuk bertaubat.
Seperti yang telah saya katakana, therapi antisipasi bencana masih mungkin dilaksanakan setelah kita mengetahui sebab dari akibat yang bakal terjadi. Seperti halnya Mataram harus segera ‘nglungsungi’ kulitnya dan kembali kepada kulit asal untuk melindungi isi badan Mataram yang hakiki. Bersama dengan masyarakat yang peduli akan hal itu, Kami Sanggar Supranatural Songgo Buwono selalu berusaha untuk memohon ditundanya prahara yang mengerikan itu.
Berbicara masalah antisipasi, jauh sebelumnya saya telah mengatakan perlu adanya upacara sacral akbar, yakni meruwat dan merawat bumi pertiwi. Kami pernah mengadakan seminar sehari tentang Ruwat Bumi Pertiwi pada tanggal 27 Mart 2006 di Pendopo Rumah Dinas Bupati Bantul. Kami telah memaparkan bahwa akan terjadi musibah besar, seperti halnya krisis Merapi dan bencana alam lainnya akan terjadi. Hal itupun kini terbukti. Peristiwa telah terjadi, biarlah terjadi. Namun kita harus bijak dan mengambil sikap untuk mengantisipasi (menunda,meminimalisasi, jika memungkinkan mencegah) terjadinya bencana di bumi pertiwi ini. “Tak bisa di tawar-tawar lagi, Meruwat dan merawat Bumi Pertiwi merupakan koridor untuk melakukan terapi keselamatan Bumi Pertiwi”
Dlam upaya teraphi pencegahan bencana sekaligus pemulihan pasca bencana, pada tanggal 31 Juli 2006 (Hari Senin malam Selasa Kliwon) Sanggar Supranatural Songgo Buwono akan melakukan ritual. Ritual tersebut bertempat di Parang Kusumo dan Cepuri. Untuk Itu Bunda Lia Hermin Putri mengajak segenap masyarakat untuk melakukan Do’a bersama sesuai keyakinan masing-masing agar ritual dan permohonan Do’a dapat terlaksana dengan baik. Sehingga apa yang kita inginkan dapat terkabul, yakni memohon Bumi Mataram-Jogjakarta terhindar dari bencana seperti yang telah di ramalkan, dan dapat segera pulih dari bencana yang telah menimpa di masa lalu. Imminent

No comments: