LAYANAN SUPRANATURAL SONGGO BUWONO

__________________________________________________________
Bagi anda yang mempunyai permasalah pribadi /keluarga, Kami siap membantu kesulitan yang anda hadapi.
Sukses dalam Bussiness, Karier / Jabatan, Pangkat, Pengasihan Tingkat Tinggi, Enteng Jodoh, Rejeki, Ruwatan, Bedah Aura Diri/ Anak, Kewibawaan, Gangguan Ghaib. Dll.
Hot Line Service: 081227272345 - 08125999929

Email: bunda_lia_herminputri@yahoo.co.id
songgo_buwono@yahoo.co.id
__________________________________________________________

PRESS RELEASE

________________________________

23 July 2006

Songgo Buwono Bicara : Ramalan yang Naif dan penyusupan Budaya

Beberapa waktu lalu, di saat masyarakat merasa resah karena takut daerahnya dilanda bencana alam yang datang tak diduga-duga seperti yang terjadi di Jogjakarta, Klaten, Sidoarjo,Sulawesi dan sebagainya, beberapa supranatural justeru menambah kegundahan masyarakat. Seperti Permadi dan Mama Lorent yang memprediksikan bencana lebih dazat akan kembali melanda belahan bumi pertiwi ini.
Permadi mengatakan, Jakarta akan terapung, demikian pula Mama Lorent meramalkan Madura akan tenggelam. Sebagai supranatural, saya sangat mengecam pernyataan ke dua orang tersebut. Seorang supranatural hendaknya diam (tidak mengekspos) ketika dia mengetahui prahara apa yang bakal terjadi. Sebaliknya, ketika dia mengeluarkan pernyataan demikian, dia juga harus bisa menerangkan bagaimana cara mengantisipasinya. Kalau tidak bisa, lebih baik diam..., sehingga tidak meresahkan masyarakat. Karena memprediksikan prahara buruk, bisa menjadi do’a atau harapan musibah itu akan terjadi. Sungguh perbuatan naif jika seseorang mengucap sumpah agar peristiwa buruk terjadi.
Ada sebab, tentu ada akibat. Demikian pula supranatural yang menyatakan akan terjadinya prahara, sudah semestinya dia tau sebab terjadinya prahara itu. Dan dia juga mengerti bagaimana cara mengantisipasinya. Seharusnya upaya mengantisipasi itulah yang harus di kedepankan.
“Bisa membuka, harus bisa menutup. Bisa memprediksikan, juga harus bisa melakukan antisipasi, itu baru supranatural sejati”.
Di saat seperti ini, masyarakat butuh ketenangan, bukan keresahan atau ketakutan, ingat rasa trauma masih ada dihati kenapa justru Spiritual terkenal, ternama, justru membuat hati orang tidak tenang? Apakah pernyataan itu pantas dipublikasikan sehingga membuat keresahan dan ketidak tenangan beraktifitas sehari – hari dan membuat gamang para penentu kebijakkan terutama rakyat miskin yang jiwanya masih trauma dengan peristiwa gempa maupun tsunami. Hendaknya kita sebagai supranatural maupun spiritual memiliki hati nurani seperti samodra! Jangan seperti api yang membuat terbakarnya suasana! Milikilah rasa dan jiwa sebagai orang tua yang bijaksana dan menjadi panutan! Jangan takabur dalam bersikap. Sebagai panutan/spiritual lebih baik banyak berdoa agar musibah tidak berkepanjangan. Jangan jadikan ‘musim’ bencana dijadikan ajang lomba kepiawaian meramal dan menentukan. Naif dan tabu!


Disatu sisi kita sedang dilanda gejolaknya alam, sementara RUU – APP turut andil memperkeruh suasana. Sadarkah mereka akan adanya adat, tradisi dan budaya sebagai akar Bangsa? Apa mungkin adat leluhur kita akan terhapus?
Negara ini sedang dilanda krisis budaya dan krisis tradisi. Budaya adalah akar bangsa, sementara tradisi menjadi kembangnya Negeri. Wajar jika krisis bencana tersebut terjadi. Sejak ratusan tahun silam negeri ini di jajah oleh budaya luar dan sampai detik ini mereka masih menjajahnya. Sadarkah kita, fahamkah kita? Duri bersemayam didalam daging Negara kita!
Mengapa demikian ? jawabannya adalah, karena Budaya Nusantara yang di selimuti Bhineka Tunggal Ika merupakan kekuatan hakiki yang dapat mempertahankan keutuhan negeri ini. “Keanekaragaman tidak bisa di seragamkan. Keanekaragaman kultur, adat dan budaya hanya bisa disatukan”.
Lambang dan Dasar Negara telah pupus seperti telah kita lepas secara perlahan. Apakah itu namanya Tanggung Jawab?
Menurut hemat saya, Rancangan Undang-Undang Pornografi dan Porno Aksi (RUU-APP) menjurus kepada penyeragaman budaya, yang kemudian membelenggu, bahkan mematikan ekspresi Budaya dan Tradisi asal. Lebih ekstrim lagi saya katakana, RUU-APP merupakan upaya ‘penyusupan’ kultur baru yang akan mematikan karakter bangsa Indonesia.
Saya yakin, masyarakat tau betul tentang batas-batas pornografi dan porno aksi, batasan-batasan tersebut sangatlah subyektif dan tidak bisa di seragamkan. Katakanlah seseorang telah melakukan porno aksi pada waktu dan tempat yang salah, pelaku bisa dikenakan pasal pelecehan, atau pasal perbuatan tidak menyenangkan yang sudah di atur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mengapa permasalahan seperti itu harus membias sampai kepada spesifikasi aturan, sementara peraturan yang lain sudah mencakup untuk permasalahan tersebut ? Hal itulah yang kemudian kami mengatakan kalau RUU-APP sebagai upaya ‘penyusupan’ untuk mematikan karakter.
Tidak munafik. Kita tidak mungkin menolak masuknya budaya asing. Namun kita harus menolak jika hal baru yang kemudian mematikan kultur budaya asal yang sudah ada sebagai adat dan Budaya.
Agama sebagai isi dari jiwa dan rasa jangan dibuat senjata untuk menghapuskan adat dan budaya yang sudah mengakar setiap daerah yang ada di Negara kita beberapa ratus tahun yang silam, tidak mungkin akan kita hapus begitu saja.
Ingat, nenek moyang kita dan leluhur kita, sebagai pewaris kita harus mempertahankan budaya dan tradisi leluhur. Jika kita ingin selamat jangan lupakan tradisi leluhur!
Garis besarnya dengan alasan di atas Songgo Buwono menolak dengan adanya RUU – APP. Sebaliknya, kami merasa salut dengan TNI. Sebagai organisasi tersolid menyatakan kembali ke Pancasila dan UUD 45. Dengan sikap TNI yang demikian, berarti TNI telah menilai bahwa UUD 45 dan Pancasila sudah dikhianati oleh pihak lain. Allahuma Amin

13 July 2006

Duh Gusti, Merapi – Pantai Selatan, issue Tsunami jadi ajang ambisi...

Ada perkembangan menarik bila mencermati krisis Merapi belakangan ini. Bukan fenomena fisis letusannya, yang merupakan otoritas Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, tetapi maraknya klaim di antara paranormal bahwa dirinyalah yang meredam ‘amuk’ Merapi. Terlepas benar atau salah, klaim semacam itu tidak layak muncul dari kalangan yang menyelami dunia ‘batin’, dunia yang semestinya jauh dari pamrih duniawi—ketenaran, nama besar, atau materi. Namun itulah faktanya. Ditambah lagi peristiwa gempa melanda, semakin terseretlah akhlak manusia menjadikan Bumi sebagai lahan bisnis sekaligus ajang untuk menggelar dan memuaskan egoismenya yang picik. Mencari kesempatan disaat rakyat kecil menahan derita karena bencana yang menimpa.
Manusia telah lupa akan jati dirinya, zaman sudah edan.Sehingga Bunda Lia (35), and I’m thankful pit pimpinan Sanggar Sopranatural Songgo Buwono Parang tritis Yogyakarta berkomentar
“Fayaa khaira mas’uulin wa akrama man’athaa.Wayaa khaira makmuulin ilaa ummatin khalat” (Wahai Dzat sebaik-baik yang bertanggung jawab, dan semulia-mulia Dzat yang memberi. Wahai sebaik-baik Dzat yang melepaskan apa yang diharapkan umat manusia)

Belum reda kekawatiran tentang Gempa yang melanda Kala Sudra/ Rakyat jelata kini pada hari Rabo (12/7) pukul.19.30 terjadi fenomena baru rakyat kecil yang masih trauma dengan bencana gempa tampak kawatir dengan adanya garis lengkung putih di angkasa dan setelah beberapa lama tibul 5 garis lurus yang mungkin terlepas dari pengamatan ilmuwan atau spiritual sehingga timbullah pendapat yang simpang siur dicerna baik dari kalangan ilmuwan maupun spiritual, kini Bunda Lia berpendapat bahwa Garis melingkar setengah lingkaran tersebut adalah satu pertanda dari Yang Maha Kuasa agar manusia ingat akan jati dirinya. Dan jangan melupakan Budaya Jawa yang telah tersisihkan terutama Tradisi sebagai Sentana Mataram mesti mengingat kembali karena tradisi nenek moyang adalah akar dari berdirinya satu Kerajaan atau Kraton tidak boleh dilupakan/ditinggalkan begitu saja.

Selain itu bila kita cermati garis lengkung tersebut dari arah Laut Selatan hingga ke puncak Merapi dan tepat Pukul.02.05 ada bola api dari Laut Selatan meluncur kencang kearah utara tepatnya Merapi.
Bunda Lia menghimbau kepada seluruh Masyarakat baik dari lingkungan Merapi ataupun sekitarnya harap waspada dan berhati-hati. Dan untuk masyarakat yang terkena gempa hendaknya menjaga kesehatanya terutama yang masih berada di tenda karena wabah penyakit akan menimpa kala sudra. 5 garis lurus seperti anak panah di dalam Gendewa, Bencana demi bencana akan terus melanda Dunia sampai 5 musim dan bencana tersebut tidak akan dapat kami duga sebelumnya Maha Suci Engkau Ya Allah....
Selain bencana kita akan menghadapi Prahara Gupito yang diperbuat oleh Pembesar, dan imbasnya pada Rakyat Jelata. Belum lagi kita menghadapi Kalatida yang nantinya akan lebih menakutkan.

Garis membentang namun berbentuk setengah lingkaran, berujung dari Selatan dan mengarah ke Utara tepatnya Timurpun juga kena, jadi menurut kaca mata batin Bunda Lia dulunya alas Mentaok menjadi wujut Keraton Pajang Surakarta sebelumnya di garis lurus dengan tanda serupa oleh Sang Pencipta dan garis lurus tersebut ada diujung gunung atas Tembayat Klaten,namanya Gunung Gambar dulunya, dan waktu sekarang ini sudah terbelah menjadi 2 pertanda tanah Jawa Mataram pecah menjadi 2 yaitu Surakarta dan Yogyakarta.

Sedang garis yang kita hadapi sekarang ini adalah garis lengkung pangkalnya dari Laut Selatan pertanda Manusia diberi suatu peringatan sareh/sabar, eling, lan, waspodho (hati sabar,ingat pada YME, dan waspada) dan ingat pada para Leluhur yang Babat tanah Jawa. Sedang ujung dari garis lengkung menuju puncak Merapi, Merapi adalah Gunung, dalam cerita wayang Gunungan/kekayon jagat pakeliran adalah Goro-goro, manusia akan tertimpa goro-goro dan berujut Galengan/Garis.

Dalam waktu 7 sampai 21 hari terhitung hari ini harap HATI_HATI dengan Gempa yang lebih dazat akan menimpa Jawa Barat tepatnya Pangandaran dan sekitarnya. Dan berdampak keseluruh kawasan pantai Selatan. Harapan Bunda Lia yang berada di pesisir Pantai Selatan dan Nelayan atau pencari ikan harap agak menjauh.
Garis dilangit adalah milik Sang Pencipta berarti garisnya zaman dan kita menghadapi satu ketentuan yaitu akan menghadapi garisnya zaman Kolotida/ Kolotidho, Mongso sat, jurang kemiskinan Bangsa dan Masyarakat semakin dalam, Tebing kesengsaraan akan semakin merata melanda Rakyat Indonesia. Menungso sudho kari separo, manusia berkurang tinggal separoh, karena tanpa diduga bencana dan penyakit datangnya tidak kita sadari. Dan disini Bunda Lia berkeyakinan pasti ada gunung yang terbelah 2 dengan tanda semacam ini tapi Bunda tidak mengatakan gunung apa, yang pasti akan terjadi hal yang serupa dengan Pajang.

Sedang garis yang berjumlah 5 adalah menandakan bahwa kita mengalami bencana demi bencana dan wabah penyakit datang tanpa kita duga sampai 5 musim, yaitu 5 tahun lamanya, dan bencana ini akan menyeluruh melanda Dunia bukan Indonesia saja, sedangkan Bulan dilangit tepat saat ada tanda garis, Bulan yang semula terang juga tidak luput dari tanda YME Bulanpun dikelilingi Kabut putih bersih menandakan bahwa tanah Jawa masih diayomi para Leluhur apa bila kita mengingat akan Budaya dan Tradisi lama.
Karena kita harus memasuki zaman aman baru tapi memakai tradisi lama.

Untuk menyikapi masalah yang kita hadapi ini Bunda Lia mengajak seluruh Masyarakat turut berdo’a untuk ikut membantu agar Ritual yang akan digelar pada tgl.21 Juli 2006 oleh Bunda Lia tepatnya di Pantai Parang Kusumo Yogyakarta akan berhasil sesuai harapan yang kita inginkan bersama agar dijauhkan dari bencana yang berkepanjangan nantinya.
Mari kita sama-sama ber Do’a agar diberi ketabahan hati. Dan tidak berputus-asa dari rahmat Allah. Kepada seluruh Masyarakat, Bunda Lia mengajak untuk senantiasa istighfar seraya berserah diri kepadaNya. Allah juga yang kelak menunjukkan keadilan sejati dalam masalah ini. Sabar dan tawakal, kalau pun hanya sebesar zarrah, sumbangsih dan jasa pembesarpun tentu tak akan luput dari perhitunganNya. “Fayaa khaira mas’uulin wa akrama man’athaa. Wayaa khaira makmuulin ilaa ummatin khalat”
(Wahai Dzat sebaik–baik yang bertanggung jawab, dan semulia-mulia Dzat yang memberi. Wahai sebaik–baik Dzat yang melepaskan apa yang diharapkan umat manusia.)
Sudah cukup berat dan melelahkan beban derita kita sebagai rakyat kecil penghujung pasca demi pasca bencana. Tak perlu kita tambah dengan segala perbuatan dosa dengan membabi buta.

Sekarang kita menghadapi Kalatida.
‘Alaa maa tarum haqqan yarauna biqadhabin, bihaqqi tanaawin yauma zahmin tazaakamat” (Terhadap perkara yang Engkau rencanakan, mereka mengetahui dengan Asma Allah yang Mahamenang atas perkaraNya. Dengan hakNya Dzat yang menghitung pada hari kiamat yang berdesak–desak.) Manusia tak luput dari salah dan dosa, sengaja maupun tidak. Tak ada manfaatnya, mencari-cari celah kesalahan orang lain. Sudahkah diri ini bersih dari dosa dan noda?
Betapa sedikitnya bekal yang kita bawa saat menghadapi maut. “Bada’ tu bi bismillaahi ruuhii bihihtadat. Ilaa kasyfi asraarin bibaathinihin thawat”.(Kuawali dengan menyebut Asma Allah. Dengan demikian jiwaku memperoleh petunjuk semua yang terkandung di dalam AsmaNya.)


▫ ▫ ▫,

Di tengah kondisi negeri yang sangat memprihatinkan, berbagai prahara menimpa kita semua. Tanpa disadari, seluruh elemen bangsa telah terimbas hasutan dan fitnah. Tak peduli ras, suku, golongan dan agama. Kerusuhan dan anarkhisme merebak di mana-mana, memperdalam keterpurukan bangsa ini. Ekonomi kita semakin hancur. Sadarkah kita akan semua ini? Kelaparan akibat gizi buruk yang menimpa tunas bangsa sudah jadi kenyataan, penyakit–penyakit aneh membayangi kehidupan kita, bencana alam datang silih berganti. “Kamaahin biaahin ma’awaahin jamii’ha. Bihasykaakhi hasykaakhin kauunin takawwanat.” (Ya Rabbi, yang Mahamenghidupi dengan Dzat yang menguasai, yang Mahatinggi di antara segala yang ada.)

Mari kita jaga bumi pertiwi agar aman, tenteram, tanpa ada perselisihan hanya karena salah paham. Jauhi provokasi, fitnah dan hasutan agar dapat membenahi ekonomi bangsa dan menyantuni saudara kita yang miskin. Mari menjaga dan merawat bumi kita tercinta. “Naruddu bikal a’daa-a min kulli wijhatin. Wabil ismi narmiihim minalbu’di bisysyatat” (Dengan AsmaMu kami menolak musuh dari segala penjuru, dan dengan AsmaMu kami menepis mereka dari kejauhan agar tercerai–berai.)

Ingat…, kita sedang mengalami prahara Kalasudra dan Gupita. Kalasudra bala’nya rakyat jelata, dan Gupita karena ulah manusia sendiri, sehingga bencana demi bencana dan aksi kekerasan merebak di mana–mana. “Abaariikhu bairuukhin wayabruukhu wayabruukhu barkhawaa. Syamaariikhu syiiraakhin syaruukhin tasyammakhat” (Dzat yang Mahatahu, yang Mahaadil, yang Mahamulia, yang Memuliakan, yang Mengembalikan, yang Dekat, yang Mengetahui semua yang samar.) HATI- HATI MERAPI AKAN MENAGIH JANJI DALAM WAKTU DEKAT DIIRINGI PANTAI SELATAN.

Andra/Prasetyo
Sanggar Supranatural Songgo Buwono