LAYANAN SUPRANATURAL SONGGO BUWONO

__________________________________________________________
Bagi anda yang mempunyai permasalah pribadi /keluarga, Kami siap membantu kesulitan yang anda hadapi.
Sukses dalam Bussiness, Karier / Jabatan, Pangkat, Pengasihan Tingkat Tinggi, Enteng Jodoh, Rejeki, Ruwatan, Bedah Aura Diri/ Anak, Kewibawaan, Gangguan Ghaib. Dll.
Hot Line Service: 081227272345 - 08125999929

Email: bunda_lia_herminputri@yahoo.co.id
songgo_buwono@yahoo.co.id
__________________________________________________________

PRESS RELEASE

________________________________

23 December 2009

Mengubah Sejarah Kabupaten Bantul


Press Release
Jogjakarta, 17 Desember 2009
Bunda Lia Hermin Putri
Sanggar Supranatural Songgo Buwono

Mungkin sudah harus menjadi Sejarah kabupaten Bantul yang harus memilih pemimpin wanita dalam sejarahnya. Perempuan itu adalah agen perubahan. Konsep ini akan menjadi nyata ketika Kabupaten Bantul dipimpin seorang perempuan. Pasalnya, kondisi politik yang selalu didominasi lelaki itu, apa menjamin akan membuat perubahan dalam kehidupan bermasyarakat setelah H. Idham Samawi tidak menjabat lagi. Mungkin ada sedikit keraguan dihati masyarakat untuk memilih pemimpin baru yang akan duduk mengagantikan H. Idham samawi, yang intinya seperti Pak Idham atau tidak ya???? Lalu pembangunan dan budaya tradisi masih ada tidak ya nanti? Terus untuk kedepanya Bantul bagaimana ya nanti??? Kenapa tidak??? Kalau memang Hj. Ida Idham Samawi mampu mengapa mesti dipermasalahkan dengan bait “ Pemimpin Wanita itu Diharamkan” Siapa bilang??? Yang penting sekarang adalah memilih pemimpin itu dengan hati nurani dan rasa. Disinilah saatnya hati nurani kita harus bicara dan memilih agar kita tidak ragu ya ayo kita sama-sama berdoa bersama agar Allah SWT memberi petunjuk untuk memilih Pemimpin di Kabupaten Bantul ini. Apa “Masyarakat tidak bosan dengan kepimpinan seorang lelaki? Tidak salah rasanya kita sebagai masyarakat membuat perubahan sejarah untuk Kabupaten Bantul dipimpin seorang Bupati Perempuan. Untuk itu, perlu ada perubahan. Dan perubahan itu akan muncul kalau bupati dijabat oleh perempuan.”. Disini akan kami jelaskan lebih jelas agar tidak terjadi salah paham antara Pemimpin Perempuan dan Laki-laki. Islam datang sebagai “Rahmatan Lil ‘Alamin” yaitu agama yang menebarkan Rahmat bagi alam semesta. Salah satu dari bentuk rahmat itu adalah persamaan hak kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada perbedaan ras, itnik, jenis kelamin dan kemampuan antara laki-laki dan perempuan, disisi Allah SWT , kecuali kadar kualitas dan kuantitas, ketakwaan mereka dan kemapuan merekalah yang harus kita cermati. Islam tidak pernah menjadikan perempuan berada di “Golongan dua atau nomer dua” dalam masyarakat dan laki-laki berada di “kelas utama” etnis sama-sama mempunyai potensi yang sama untuk menjadi 'abid' dan 'khalifah' (QS. Al-Nisa'4:124). Sebenarnya yang menjadi persoalan dalam kepemimpinan perempuan bukan layak atau tidak, sebab sejarah telah menjawabnya, tetapi lebih pada usaha membangun perspektif baru berdasarkan analisis jender. Disadari atau tidak, paradigma yang sudah terbina selama berabad-abad, sejak abad kedua hijriah sampai tahun 1980-an adalah paradigma yang kurang sensitif terhadap jender. Islam memberikan kebebasan yang begitu besar kepada perempuan, sehingga tidaklah mengherankan jika pada masa Rasulullah ditemukan sejumlah perempuan memiliki kemampuan dan prestasi yang membanggakan seperti yang diraih kaum laki-laki. Dalam tanggungan Al Quran, perempuan dengan leluasa memasuki semua sektor kehidupan masyarakat, terutama hukum, politik, ekonomi, dan berbagai sektor publik lainnya. Yang dimaksud dengan hak-hak politik adalah yang ditetapkan dan diakui oleh undang-undang berdasarkan keanggotaan sebagai warga negara. Biasanya ada korelasi antara hak hukum dan politik dengan masalah kewarganegaraan. Artinya hak politik itu hanya dimiliki oleh orang yang berada di wilayah hukum negara tertentu dan tidak berlaku untuk orang asing. Hak-hak politik selalu menyiratkan partisipasi individu dalam membangun opini publik, baik dalam pemilihan wakil-wakil mereka di DPR atau pencalonan diri mereka menjadi anggota perwakilan tersebut. Cakupan dari hak-hak politik itu adalah pengungkapan pendapat dalam memilih, mencalonkan diri sebagai anggota DPR, hak untuk diangkat sebagai pemimpin maupun dipilih sebagai presiden dan hal-hal lain yang berkorelasi dengan dimensi hukum dan politik Hak-hak politik dan hukum perempuan selama ini masih semu, artinya terus-menerus berada di bawah kekuasaan laki-laki dalam masyarakat Indonesia yang menganut faham patriarkhat. Kondisi ini tercipta karena kebanyakan masyarakat memandang perempuan lebih "hina" dan karenanya harus tunduk kepada laki-laki. Pandangan seperti itu sudah menjadi "hukum alam" yang sulit untuk diformat ulang. Perbincangan mengenai hak-hak politik dan hukum perempuan dalam tradisi Islam melahirkan dua aliran besar: pertama, aliran yang secara absolut mengingkari hak-hak hukum dan politik bagi perempuan. Mereka memahami hadis "tidak akan berjaya satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan" lebih kepada tekstualnya, sehingga hukum yang muncul adalah sekedar hukum yang tertulis (law in book). Kedua, aliran yang berpendapat bahwa Islam mengakui adanya hak-hak hukum dan politik bagi perempuan. Mereka memahami dan menafsirkan hadis tersebut lebih kepada kontekstual dengan menggunakan pendekatan hermeneutika Kelompok ini menegaskan bahwa Islam menetapkan dan mengakui hak-hak hukum dan politik perempuan, termasuk hak menjadi pemimpin atau presiden. Ketika seseorang mencari rujukan pada teks-teks agama, sebenarnya ia melakukan interpretasi terhadap teks tersebut. Agama berada di dunia abstrak yang susah untuk diraba. Agama yang absolut berbeda dengan penafsiran yang relatif. Jadi harus ada usaha-usaha cermat dalam menafsirkan teks-teks agama agar senantiasa relevan dengan situasi masyarakat yang dinamis. Sebab utama mengapa hak-hak hukum dan politik perempuan selalu termarginalkan adalah penafsiran terhadap teks-teks agama yang tidak mengindahkan semangat moral Al Quran dan selalu mengedepankan bias-bias jender yang telanjur mengakar dalam sebagian besar masyarakat dunia, termasuk dunia Islam. Kaum Muslimin hendaknya tersentak dari igauwan panjang dan mulai menyadari bahwa Al Quran adalah teks yang harus dibaca secara kontekstual, yaitu dengan memahami konteks historis dan politis di mana Al Quran diturunkan.
Penafsiran terhadap teks-teks Al Quran yang bukan membicarakan jender dan jenis kelamin, sebenarnya tidak ada yang berhak mengklaim bahwa suatu interpretasi telah final dan abadi kecuali Al Quran. Oleh karena itu, setiap anak zaman memiliki hak untuk membuat penafsiran baru yang selaras dengan tuntutan zaman mereka. sekarang di mana kesadaran obyektivitas masyarakat, rasa keadilan dan kesadaran akan kesetaraan jender menjadi isu sentral, adalah tidak berlebihan untuk mengakomodir aspirasi perempuan dalam suatu interpretasi keagamaan. Wallahu a’lamu bishawab...

Muhammad bin Abdullah SAW mendefinisikan pemimpin sebagai pelayan bagi kaum yang dipimpinnya, sebagaimana sabda beliau. “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka” (H.R. Abu Na’im) Artinya, seorang pemimpin akan melakukan tugas pelayanan, yakni memenuhi segala kebutuhan kaumnya dan tidak berlaku semena-mena. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah tugas pelayanan. Maka pemimpin yang tidak memperhatikan nasib dan tidak melayani kebutuhan orang yang dipimpinnya, dianggap belum menjalankan tugas kepemimpinan
Bersama ini saya attach satu tulisan kajian fiqh tentang kepemimpinan
wanita.

Dalil Al-Qur'an tentang kepemimpinan wanita memang tidak setegas
larangan mengangkat pemimpin dari golongan kafir, yahudi, nasrani, dan
orang-orang yang menjadikan agama sebagai permainan (ditinjau dari
larangan yang terakhir ini, Karena itu, kajian tentang kepemimpinan wanita, menurut saya bukan ditujukan kepada para pendukung Hj. Ida Idham Samawi, tetapi kepada komunitas masyarakat yang mau sungguh-sungguh mempelajari dan mengamalkan Islam.
Bagi golongan yang kedua ini, tentunya ketaatan kepada Allah dan
kehati-hatian dalam mengambil dan menerapkan hukum akan lebih penting
daripada kemenangan dalam perdebatan.

Demikian tanggapan saya, mudah-mudahan bermanfaat.

No comments: