LAYANAN SUPRANATURAL SONGGO BUWONO

__________________________________________________________
Bagi anda yang mempunyai permasalah pribadi /keluarga, Kami siap membantu kesulitan yang anda hadapi.
Sukses dalam Bussiness, Karier / Jabatan, Pangkat, Pengasihan Tingkat Tinggi, Enteng Jodoh, Rejeki, Ruwatan, Bedah Aura Diri/ Anak, Kewibawaan, Gangguan Ghaib. Dll.
Hot Line Service: 081227272345 - 08125999929

Email: bunda_lia_herminputri@yahoo.co.id
songgo_buwono@yahoo.co.id
__________________________________________________________

PRESS RELEASE

________________________________

11 October 2009

KUTUKAN ZAMAN SALAH SIAPA???


Press ReleaseJogjakarta, 11 Okt. 2009 Bunda Lia Songgo BuwonoHp. 08125999929 – 081227272345
Lazimnya para penguasa yang mulai merosot kekuasaannya, ditandai bergolaknya alam dan masyarakat, dan berlindung berbagai simbul dan slogan dari nilai-nilai luhur Budaya Bangsa yang menjadi idiom bersama masyarakat. Penyelesaian ini, meski relative dapat meredam gejolak sosial, tidak mampu berbuat banyak terhadap bencana yang bersifat alami. Apakah yang harus dilakukan jika kutukan zaman datang seperti yang kita alami sekarang ini? Meskipun kita mampu mengungkapkan berbagai kejadian yang mengindikasikan datangnya kutukan zaman, namun tidak memberikan suatu jalan penyelesaian yang konklusif.
Maka apakah kita tidak segera Eling, Waspada, ikhlas dan sabar.
Sikap Eling adalah selalu ingat akan jati dirinya adalah mahkluk spiritual, dan mendorong untuk selalu berpegang kepada spiritualitas yang tidak lain adalah inti dirinya yang terdalam. Sikap Waspada mengingatkan dorongan nafsu kearah tepi lingkaran eksistensi selalu ada di setiap sudut kehidupan sehingga kewaspadaan wajib dijaga. Sedang sikap Sabar mendorong manusia untuk menghayati sikap kewaspadaan untuk dapat menanggulangi bahaya nafsu diperlukan pengorbanan, karena kejahatan tidak cukupdengan niat baik. Dan ikhlas suatu kerelaan yang benar-benar tulus dilandasi dengan lego legowo apapun yang diberikan Allah SWT kepada kita.
Menyingkap tabir kegaiban suatu tanda gerak jaman yang penuh bahaya – kesusahan bagai utusan TUHAN yang mengabarkan datangnya penderitaan ke bumi. Martabat Negara tampak tetapi tanpa rupa, rusak tercambik-cambik. Hukum dan aturan diinjak-injak tidak ada lagi teladan yang bijak. Matahari kehidupan bangsa Indonesia seakan hampir padam dunia kini telah penuh bencana.

Bila hanya menanam benih dosa, disiram air lupa diri hanya akan berbunga bencana. Kini zaman sedang kena musibah, yang dapat dijadikan teladan menimbang yang baik dan keburukan pasti tidak akan pernah kurang. Dan bersiap untuk menerima segala putusan takdir dunia yang makin ruwet ini menurut padangan spiritual, jika masyarakat selalu mengalami gejolak dan mengedepankan keangkaramurkaan, maka alam pun akan membalas bergejolak. Karena hal ini pengaruh hawa keangkara murkaan manusia yang lupa jatidirinya. Namun bila kita kembali pada jati diri kita, terutama dimana seorang pemimpin yang menurut kultur Jawa memiliki karakter Tutur, Sembur, Uwur maka rakyatpun tidak akan gelisah. Jika Masyarakat tentram maka energi positif yang akan terpancar kembali Bangsa Indonesia ini, alam pun akan memanjakan masyarakat kembali menjadi gemah ripah loh jinawi.

Mungkin masih banyak orang yang tidak menyadari, apa sesungguhnya di balik bencana alam yang terus menimpa.
Sudah berulang kali saya mengingatkan, kita tidak boleh meninggalkan adat, budaya dan tradisi yang sudah ada sebelum kita lahir. Karena hal tersebut merupakan ‘kitab tak tertulis’ yang patut di jaga dan dilestarikan.

“Ingat, sejarah masa lalu sangat menentukan peristiwa masa kini dan masa datang’. Demikian pula bencana alam yang terjadi, jelas terkait dengan peristiwa masa lalu dan perjanjian-perjanjian sakral yang dilakukan oleh para pendahulu kita. Seperti halnya perjanjian antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Panembahan Senopati sebagai ihwal berdirinya Kerajaan Mataram. Pada intinya Kanjeng Ratu Kidul mengiyakan berdirinya kerajaan Mataram Islam Namun harus berkulitkan jawa dalam artian tidak meninggalkan adat dan tradisi yang sudah ada. Dengan kata lain, Pembauran antara Islam dengan jawa harus berupa proses akulturasi sehingga adat atau tradisi yang sudah ada tidak kehilangan akar oleh peradaban yang baru. Sementara saat ini cenderung kepada peristiwa asimilasi yang berupaya mencabut akar yang sudah ada sebelumnya.

Bencana yang menimpa saat ini baru merupakan awal dari derita umat manusia yang sudah sekian lama lepas dari bingkai kemanusiaannya. Arogansi, nggegemongso angkoromurko menjadi hal terdepan untuk mencapai ambisi, sementara sifat kearifan tak lagi menjadi landasan untuk melakukan segala perbuatan. Lalu siapa yang patut kita salahkan dalam menghadapi keadaan semacam ini? Sedang yang kita hadapi masih ada beberapa titik gempa lagi, dan belum lagi kita akan menghadapi banjir, kebakaran dan angin datang dengan tiba-tiba.... apakah kita sebagai manusia tidak akan segera ingat Bumi tempat kita berpijak ini harus dirawat- dirumat dan di benahi... Terutama Manusianya sendiri jangan menghalalkan berbagai macam cara hanya untuk kepentingan sendiri dan karena egonya.... Banyaklah memohon pada Sang Penguasa alam ini agar tetap mempercayakan manusia untuk merawatnya merumatnya.... dan mari kita ber-Do'a bersama agar Bumi tetap akrab dengan kita wiridlah " Sallamun Qaulam Mir Rabir Rahim" sebanyak-banyaknya. Allah Humma, Amin.

No comments: