LAYANAN SUPRANATURAL SONGGO BUWONO

__________________________________________________________
Bagi anda yang mempunyai permasalah pribadi /keluarga, Kami siap membantu kesulitan yang anda hadapi.
Sukses dalam Bussiness, Karier / Jabatan, Pangkat, Pengasihan Tingkat Tinggi, Enteng Jodoh, Rejeki, Ruwatan, Bedah Aura Diri/ Anak, Kewibawaan, Gangguan Ghaib. Dll.
Hot Line Service: 081227272345 - 08125999929

Email: bunda_lia_herminputri@yahoo.co.id
songgo_buwono@yahoo.co.id
__________________________________________________________

PRESS RELEASE

________________________________

28 April 2006

Labuhan Tolak Bala Merapi

Seperti diberitakan sebelumnya, Lia Hermin Putri, Pimpinan Sanggar Supranatural Songgo Buwono, benar-benar menggelar ritual Labuhan di Merapi pada Selasa (25/4) lalu, justru ketika gunung ini diprediksikan akan meletus hanya dalam hitungan hari. Bertempat di kediaman Mbah Marijan, Juru Kunci Merapi, Lia membuka ritual dengan doa bersama yang diikuti anggota Songgo Buwono dan masyarakat setempat. Sejumlah pengamat budaya lokal maupun mancanegara tampak hadir menyaksikan upacara adat ini.

Mengenai kelengkapan ritual kali ini, 21 tumpeng dan perangkat sesaji lainnya, Bunda Lia menerangkan sekilas. Duapuluh satu tumpeng itu meliputi 7 jenis yang terdiri atas 3 rakit tumpeng: Tumpeng Agung, Tumpeng Kendit, Tumpeng Robyong, Tumpeng Slamet, Tumpeng Tulak, Tumpeng Rasul, dan Tumpeng Songgo Buwono. Perangkat sesaji lainnya buah-buahan segar, Pisang Sanggan, Jajan Pasar, Seribu Bunga, seperangkat pakaian. Masih ada lagi kambing kendit, ayam tulak dan ayam putih mulus.

Tujuh tumpeng diarak untuk dilabuh di Sri Manganti, suatu lokasi yang disakralkan di lereng Merapi, selebihnya dibagikan kepada warga. Usai persembahan tumpeng dan perangkat sesaji, Lia menuju tempat ritual khusus di “Paseban Labuhan” Kraton, yang jauhnya satu jam perjalanan kaki dari Sri Manganti ke arah puncak Merapi.

Ritual berlangsung tiga malam dua hari. Malam pertama, Mbah Marijan sempat mengiringi laku tirakat ini, sedang malam-malam berikutnya Lia hanya didampingi dua anggotanya secara bergantian. Menjelang Jumat subuh (28/4), ritual diakhiri dengan rasa syukur kepada Tuhan dan rombongan Songgo Buwono pun turun menuju rumah sang Juru Kunci.

Masih dengan wajah sedikit kuyu lantaran kurang tidur, Lia mengungkapkan pengalamannya selama melakukan ritual.

“Lewat tengah malam terakhir, saya seperti masuk sebuah lorong sempit yang lembab dan gelap. Semacam gua yang dasarnya tergenang air. Hawa di dalam sana sangat dingin, hingga tubuh saya menggigil dan bergetar hebat” kata Lia memberi gambaran. “Mendekati ujung lorong, cahaya merah meramong tampak di hadapan. Sambil tertatih-tatih, saya sampai juga di mulut gua. Ternyata, itu sebuah gunung yang puncaknya membara.”

“Masih terpukau dengan penglihatan saya, tiba-tiba muncul seekor binatang besar. Berbulu lebat, warnanya coklat keabu-abuan. Seekor orangutan raksasa, atau gorila” ujar Lia dengan mimik serius. “Dia menghampiri saya, memeluk saya, dan tangannya menunjuk-nunjuk ke suatu arah. Seakan dituntun, pandangan saya pun mengikutinya. Tiga pucuk anak panah berikut gandewa terpampang di sana. Wujud gandewa-gandewa itu, yang di sebelah kiri tak ubahnya mainan anak-anak yang dicat warna-warni. Yang di tengah seperti barang kuno, nampak jelek tapi terawat. Sedang terakhir, di sebelah kanan, gandewa-nya penuh ukiran yang sangat elok. Seperti milik Arjuna, satria Pandawa itu. Lalu, tanpa ragu saya mengambil gandewa jelek dan anak panahnya yang di tengah. Anehnya, melihat pilihan saya itu, dia—ya gorila tadi, malah melonjak-lonjak dan bertepuk tangan kegirangan. Di tangan saya, benda itu berubah wujud menjadi seuntai biji-biji tasbih terbuat dari batu mata kucing dan giok (jade). Saya ciumi biji-biji tasbih itu. Ketika sadar, binatang tadi sudah raib dari pandangan. Tapi tasbih tetap di tangan saya.”


Mendapat Petunjuk

Setelah kejadian di atas, dengan tasbih yang didapatnya, Lia kembali melanjutkan bacaan wirid-nya. Tenggelam dalam lantunan kalam ilahi, “Salaam(un). Qaulam mir rabbir rahiim”, dalam duduk heningnya di malam Jumat Kliwon itu, Lia beroleh petunjuk: “Wis Ngger, mudhuna anggonmu tapa. Saiki lagi mangsane para kawula kataman kalasudra. Coba waspadakna polahe manungsa kang padha nggege mangsa ing Arga Mrapi iki …” (“Sudahlah Nak, hentikan semadimu. Sekarang ini rakyat jelata sedang tertimpa musibah. Perhatikan tingkah-polah manusia-manusia yang diburu nafsu di Gunung Merapi ini, mereka mengharap sesuatu sebelum tiba masanya …”)

Dalam penglihatan batin Bunda Lia, gejolak Merapi yang kini berlangsung merupakan peringatan dari Yang Mahakuasa agar manusia menghentikan tingkah lakunya yang melampaui batas. Pada kasus Merapi, juga kawasan-kawasan lain di tanah air, kita saksikan alam telah tereksploitasi melampaui daya dukungnya.

Menanggapi pernyataan sebagian supranaturalis, bahwa Merapi akan meletus pada malam Jumat Kliwon lalu, Lia sangat menyayangkannya. “Sungguh tabu, memastikan kapan datangnya suatu musibah atau keberuntungan. Apalagi membesar-besarkan sesuatu yang belum tentu terjadi, hanya menambah ruwet persoalan. Lebih baik kita berdoa bersama, mohon ampunan-Nya serta dijauhkan dari murka-Nya. Di “tangan”-Nya jua segala kepastian berada.”

Lereng Merapi
Jumat Kliwon, 28 April 2006

No comments: